Makhluk bumi yang dihentakan dengan pesan dari penghuni venus, menusuk bumi di penghujung pengulangan rotasi bumi
Hai bumi, bukan venus yang mau seperti ini
venus sudah mengusahakan yang terbaik untuk bumi
Berusaha tetap menjaga garis edar bumi sama panjangnya
Venus selalu menjadi bintang kejora di pelabuhan senja
Tetapi semua berakhir tanpa adanya umpan balik
Saat venus dihantam ratusan meteor
Bumi hanya diam, sibuk dengan urusan pemanasan global
Bagi Venus, bumi yang sekarang absurd, untouchable
Bumi terlalu resistant dengan sikap pasif
Venus sendiri tidak tahu sampai kapan sanggup resistant dengan sikap pasif bumi
Bumi hanya membuat venus meaningless
Sudahlah, biarkan bumi fokus berevolusi,berotasi,
Anggap saja Venus tidak pernah ada
Semudah itu langit bumi di sore harii tidak akan dikotori oleh venus
Apakah semua selesai?
(Apakah) Kita memang ada di planet yang berbeda
aku harap tidak*
Rabu, 20 Oktober 2010
Budaya Berinternet Konsumtif atau Produktif ?
Saat ini teknologi informasi sepertinya sulit untuk dilepaskan dari gaya hidup kaum muda di Indonesia, khususnya dari golongan pendidikan tinggi. Salah satu contoh teknologi informasi itu adalah internet. Hampir setiap hari kaum muda berusaha mencari akses untuk surfing di internet. Fenomena itu biasa kita lihat di perguruan tinggi. Mahasiswa duduk berjejer di pelataran kampus dengan laptop didepannya sambil sibuk mengoperasikannya. Bahkan aktivitas pemanfaatan teknologi internet juga sudah menjadi hal yang biasa di tingkat Sekolah Menengah Atas.
Aktivitas pemanfaatan teknologi internet di Indonesia apabila dilihat secara umum, memang sangat menggembirakan. Artinya kaum muda negeri ini sudah melek teknologi. Menutut data Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) yang merujuk pada perhitungan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2009 jumlah pengguna internet telah mencapai angka 25 juta pengguna dan diperkirakan meningkat 25 persen setiap tahunnya. Maka sekitar 12 persen dari total penduduk Indonesia telah menjadi pengguna jasa internet.
Namun, jika kita telaah lebih jauh sebenarnya apa yang kaum muda cari saat beraktivitas menggunakan jasa internet? Menurut data yang juga dikeluarkan Depkominfo, dari 12 persen pengguna jasa internet lebih dari setengahnya hanya memanfaatkannya untuk chating. Data yang menimbulkan spekulasi negatf, mengingat manfaat internet jauh lebih luas ketimbang kita menggunakannya hanya untuk chating. Lalu lebih dari setengah yang menggunakan internet untuk ber-chating ialah kaum muda usia 16-25 tahun. Misal situs jejaring sosial Yahoo Massanger (YM) diambil menjadi contoh. Semua mengetahui bahwa YM bukanlah produk anak negeri ini. Hal tersebut menisyaratkan kaum muda Indonesia-lah yang berposisi sebagai konsumen. Kaum muda seolah disihir dengan menjadi pengguna setia jasa YM. Bahkan menurut survey Depkominfo pengguna jasa internet bisa menghabiskan berjam-jam di depan layar. Hal tersebut seolah memposisikan kaum muda negeri ini sebagai golongan yang konsumtif.
Dari pemaparan berdasarkan data yang dikeluarkan Depkominfo, budaya konsumtif kaum muda di Indonesia ternyata tidak hanya terjadi dalam membeli kebutuhan sandang dan barang-barang yang lain secara berebihan, tetapi juga dalam menggunakan jasa teknologi informasi. Tingkat konsumsi yang tinggi dalam mengakses jasa internet berimbas pada produktivitas kerja yang rendah. Budaya konsumtif menjadikan kaum muda kecanduan dalam peamakaian teknologi secara berlebihan dan tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Ketergantungan tersbut sulit untuk dihilangkan dan menjangkiti gaya hidup.
Terkait dengan teknologi informasi dan gaya hidup, kaum muda saat ini pun disuntik dengan fenomena handphone berbasis internet. Kaum muda dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman bila masih menggunakan hanphone yang hanya menyediakan fiture yang terbatas. Jika diamati, mereka seakan berlomba mengganti handphone dengan produk terbaru yang menyediakan fasilitas teknologi internet paling kekinian. Padahal tujuan utama sebagian dari kaum muda menggunakannya mungkin sekadar mengikuti trend. Hal ini semakin menyudutkan kaum muda Indonesia sebagai masyarakat korban iklan dan korban gaya hidup. Kaum muda sekarang mungkin hanya melihat apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang tanpa menimbang manfaatnya. Gaya hidup yang hanya ikut-ikutan itu sangat memprihatinkan dari segi pekembangan budaya masyarakat. Bangsa Indonesia mungkin masih belum beralih dari masyarakat industry yang hanya melihat barang dan jasa dari ‘kemasan luar’. Seharusnya kaum muda menjadi pionir pembentukan iklim masyarakat berbasis informasi.
Jika digali lebih dalam tentang internet, maka banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil. Dalam dunia internet terdapat peluang usaha yang dapat diciptakan mengingat tingkat kebutuhan pasar yang sangat tinggi. Untuk itu kaum muda harus bisa melihat peluang tersebut. Penggunaan jasa internet yang meningkat setiap tahunnya menjadi lahan empuk untuk berkarya. Dari sisi karya kita ambil contoh blog. Blog menurut wikipedia ensiklopedia bebas merupakan singkatan dari web log yaitu bentuk aplikasi web yang menyerupai tulisan-tulisan (yang dimuat sebgai posting) pada sebuah halaman web umum. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua pengguna internet sesuai dengan topik dan tujuan si pengguna blog tersebut. Apakah membuat blog adalah hal yang produktif ? Jawabannya adalah ya. Contoh kaum muda yang sukses karena produktif dalam membuat blog adalah Raditya Dika. Ia adalah seorang penulis yang mulai dikenal setelah buku pertamanya “kambing jantan” laris di pasaran. Buku tersebut adalah adaptasi dari blog pribadinya. Itulah contoh produktivitas anak muda yang memanfaatkan peluang di dunia internet.
Produktivitas dalam memanfaatkan jasa internet juga bisa dirah dari sifat kaum muda yang inovatif. Sebagai generasi yang mempunyai ide-ide cemerlang, kaum muda dapat memanfaatkan peluang usaha di dunia informasi. Kaum muda yang seperti ini biasanya menjual produk barang dan jasa di situs-situs komunitas bahkan membuat situs komunitas sendiri. Contohnya saja situs kaskus.us. Situs kaskus.us dibuat oleh salah satu anak muda bangsa ini yang inovatif, yaitu Andre Darwis. Ketika tahun 1999 belum ada satupun situs komunitas di Indonesia ia mampu mencari peluang untuk membuat sesuatu yang luar biasa dan bermanfaat dari hobinya menggunakan jasa internet. Hingga saat ini kaskus.us berkembang menjadi situs komunitas terbesar di Indonesia. Andre Darwis pun mendapatkan keuntungan materi yang sangat besar.
Pada dasarnya untuk mengubah kaum muda Indonesia dari sifat konsumtif ke produktif memang membutuhkan waktu lama. Namun, hal tersebut dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Hal terpenting adalah mengubah diri dan mencoba menggali potensi diri yang ada. Sebagai pewaris peradaban, kaum muda sebaiknya memiliki konsep diri dalam mengikuti perubahan tuntutan zaman. Kreatif, Proaktif, dan Profesional adalah tiga langkah kunci untuk membuka pintu-pintu kesuksesan dan melawan sifat konsumtif.
Langkah yang pertama adalah kreatif. Menurut seorang ahli, Richard L. Weaver, orang yang kreatif adalah berani menghadapi tantangan baru dan bersedia menghadapi risiko kegagalan, Kretivitas berarti kemauan berwisata di suatu wilayah baru. Sangat banyak sisi-sisi yang bisa dikembangkan secara kreatif di dunia internet. Langkah yang kedua adalah proaktif. Proaktif adalah pandai membaca situasi. Serta proaktif tidak sekadar bisa mengambil inisiatif. Tetapi juga memahami dengan jeli permasalahan yang ada dengan kaca mata yang akurat dan tidak semata-mata mengikuti perasaan. Orang proaktif adalah merealisasikan pemikiran atau ide dengan tindakan. Jika sudah mendapatkan peluang untuk produktif di dunia informasi, maka ia segera melakukan tindakan. Merealisasikan ide produk dalam pemanfaat teknologi internet dimulai dari: hal yang bagi sebagian orang tidak mungkin, keluar dari pemikiran yang klasik, dan tidak terprediksi. Langkah yang ketiga adalah professional. Profesional dalam konteks pembahasan ini ialah orang yang secara sungguh-sungguh dan serius mengembangkan kreativitasnya dalam menciptakan sesuatu yang bermanfaat di dunia informasi.
Dengan menjalankan ketiga langkah ini dalam menggunakan jasa internet. Maka kaum muda Indonesia tidak hanya menjadi konsumen-konsumen yang setia mengikuti arus perkembangan teknologi informasi. Dengan langkah-langkah itu pula kaum muda bisa menjadi agen perubahan dari masyarakat konsumtif ke masayarakat produktif.
Aktivitas pemanfaatan teknologi internet di Indonesia apabila dilihat secara umum, memang sangat menggembirakan. Artinya kaum muda negeri ini sudah melek teknologi. Menutut data Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) yang merujuk pada perhitungan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2009 jumlah pengguna internet telah mencapai angka 25 juta pengguna dan diperkirakan meningkat 25 persen setiap tahunnya. Maka sekitar 12 persen dari total penduduk Indonesia telah menjadi pengguna jasa internet.
Namun, jika kita telaah lebih jauh sebenarnya apa yang kaum muda cari saat beraktivitas menggunakan jasa internet? Menurut data yang juga dikeluarkan Depkominfo, dari 12 persen pengguna jasa internet lebih dari setengahnya hanya memanfaatkannya untuk chating. Data yang menimbulkan spekulasi negatf, mengingat manfaat internet jauh lebih luas ketimbang kita menggunakannya hanya untuk chating. Lalu lebih dari setengah yang menggunakan internet untuk ber-chating ialah kaum muda usia 16-25 tahun. Misal situs jejaring sosial Yahoo Massanger (YM) diambil menjadi contoh. Semua mengetahui bahwa YM bukanlah produk anak negeri ini. Hal tersebut menisyaratkan kaum muda Indonesia-lah yang berposisi sebagai konsumen. Kaum muda seolah disihir dengan menjadi pengguna setia jasa YM. Bahkan menurut survey Depkominfo pengguna jasa internet bisa menghabiskan berjam-jam di depan layar. Hal tersebut seolah memposisikan kaum muda negeri ini sebagai golongan yang konsumtif.
Dari pemaparan berdasarkan data yang dikeluarkan Depkominfo, budaya konsumtif kaum muda di Indonesia ternyata tidak hanya terjadi dalam membeli kebutuhan sandang dan barang-barang yang lain secara berebihan, tetapi juga dalam menggunakan jasa teknologi informasi. Tingkat konsumsi yang tinggi dalam mengakses jasa internet berimbas pada produktivitas kerja yang rendah. Budaya konsumtif menjadikan kaum muda kecanduan dalam peamakaian teknologi secara berlebihan dan tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Ketergantungan tersbut sulit untuk dihilangkan dan menjangkiti gaya hidup.
Terkait dengan teknologi informasi dan gaya hidup, kaum muda saat ini pun disuntik dengan fenomena handphone berbasis internet. Kaum muda dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman bila masih menggunakan hanphone yang hanya menyediakan fiture yang terbatas. Jika diamati, mereka seakan berlomba mengganti handphone dengan produk terbaru yang menyediakan fasilitas teknologi internet paling kekinian. Padahal tujuan utama sebagian dari kaum muda menggunakannya mungkin sekadar mengikuti trend. Hal ini semakin menyudutkan kaum muda Indonesia sebagai masyarakat korban iklan dan korban gaya hidup. Kaum muda sekarang mungkin hanya melihat apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang tanpa menimbang manfaatnya. Gaya hidup yang hanya ikut-ikutan itu sangat memprihatinkan dari segi pekembangan budaya masyarakat. Bangsa Indonesia mungkin masih belum beralih dari masyarakat industry yang hanya melihat barang dan jasa dari ‘kemasan luar’. Seharusnya kaum muda menjadi pionir pembentukan iklim masyarakat berbasis informasi.
Jika digali lebih dalam tentang internet, maka banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil. Dalam dunia internet terdapat peluang usaha yang dapat diciptakan mengingat tingkat kebutuhan pasar yang sangat tinggi. Untuk itu kaum muda harus bisa melihat peluang tersebut. Penggunaan jasa internet yang meningkat setiap tahunnya menjadi lahan empuk untuk berkarya. Dari sisi karya kita ambil contoh blog. Blog menurut wikipedia ensiklopedia bebas merupakan singkatan dari web log yaitu bentuk aplikasi web yang menyerupai tulisan-tulisan (yang dimuat sebgai posting) pada sebuah halaman web umum. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua pengguna internet sesuai dengan topik dan tujuan si pengguna blog tersebut. Apakah membuat blog adalah hal yang produktif ? Jawabannya adalah ya. Contoh kaum muda yang sukses karena produktif dalam membuat blog adalah Raditya Dika. Ia adalah seorang penulis yang mulai dikenal setelah buku pertamanya “kambing jantan” laris di pasaran. Buku tersebut adalah adaptasi dari blog pribadinya. Itulah contoh produktivitas anak muda yang memanfaatkan peluang di dunia internet.
Produktivitas dalam memanfaatkan jasa internet juga bisa dirah dari sifat kaum muda yang inovatif. Sebagai generasi yang mempunyai ide-ide cemerlang, kaum muda dapat memanfaatkan peluang usaha di dunia informasi. Kaum muda yang seperti ini biasanya menjual produk barang dan jasa di situs-situs komunitas bahkan membuat situs komunitas sendiri. Contohnya saja situs kaskus.us. Situs kaskus.us dibuat oleh salah satu anak muda bangsa ini yang inovatif, yaitu Andre Darwis. Ketika tahun 1999 belum ada satupun situs komunitas di Indonesia ia mampu mencari peluang untuk membuat sesuatu yang luar biasa dan bermanfaat dari hobinya menggunakan jasa internet. Hingga saat ini kaskus.us berkembang menjadi situs komunitas terbesar di Indonesia. Andre Darwis pun mendapatkan keuntungan materi yang sangat besar.
Pada dasarnya untuk mengubah kaum muda Indonesia dari sifat konsumtif ke produktif memang membutuhkan waktu lama. Namun, hal tersebut dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Hal terpenting adalah mengubah diri dan mencoba menggali potensi diri yang ada. Sebagai pewaris peradaban, kaum muda sebaiknya memiliki konsep diri dalam mengikuti perubahan tuntutan zaman. Kreatif, Proaktif, dan Profesional adalah tiga langkah kunci untuk membuka pintu-pintu kesuksesan dan melawan sifat konsumtif.
Langkah yang pertama adalah kreatif. Menurut seorang ahli, Richard L. Weaver, orang yang kreatif adalah berani menghadapi tantangan baru dan bersedia menghadapi risiko kegagalan, Kretivitas berarti kemauan berwisata di suatu wilayah baru. Sangat banyak sisi-sisi yang bisa dikembangkan secara kreatif di dunia internet. Langkah yang kedua adalah proaktif. Proaktif adalah pandai membaca situasi. Serta proaktif tidak sekadar bisa mengambil inisiatif. Tetapi juga memahami dengan jeli permasalahan yang ada dengan kaca mata yang akurat dan tidak semata-mata mengikuti perasaan. Orang proaktif adalah merealisasikan pemikiran atau ide dengan tindakan. Jika sudah mendapatkan peluang untuk produktif di dunia informasi, maka ia segera melakukan tindakan. Merealisasikan ide produk dalam pemanfaat teknologi internet dimulai dari: hal yang bagi sebagian orang tidak mungkin, keluar dari pemikiran yang klasik, dan tidak terprediksi. Langkah yang ketiga adalah professional. Profesional dalam konteks pembahasan ini ialah orang yang secara sungguh-sungguh dan serius mengembangkan kreativitasnya dalam menciptakan sesuatu yang bermanfaat di dunia informasi.
Dengan menjalankan ketiga langkah ini dalam menggunakan jasa internet. Maka kaum muda Indonesia tidak hanya menjadi konsumen-konsumen yang setia mengikuti arus perkembangan teknologi informasi. Dengan langkah-langkah itu pula kaum muda bisa menjadi agen perubahan dari masyarakat konsumtif ke masayarakat produktif.
mimpi-mimpi darto jika Tuhan berkenan
Kalau saya punya uang, ngapain saya beli barang yang mahal-mahal..
Ngapain saya beli macem-macem.. ngapain beli mobil toyota royal salon ala menteri kabinet jilid II
Kalo saya mah ya, asal tuh mobil bisa jalan,bisa ngerem, gk keujanan, sama ac standar aja udah cukup
Ngapain juga beli apartemen mahal-mahal di jantung kota Jakarta seperti yang sering dipromosikan
Fenny Rose di televisi
Mendingan juga punya rumah yang ada halaman rumputnya, biar saya bisa maen bola sama anak saya..
hmm , saya punya angan-angan yang sangat ingin diwujudkan.. itu juga kalo Tuhan berkenan
ya saya sangat ingin..
Lari pagi di Tembok Cina
Makan malam di depan menara eiffel
Ngasih makan burung di Hutan Amazon
Cuci muka di Air Terjun Niagara..
Berenang di Teluk Monacco
Jalan-jalan di Pasar berlian Afrika Selatan
Nonton tinju di Amerika
Nonton el classico Real Madrid vs Barcelona
Nonton bola Rangers vs Celtic
Pingin foto2 di vatikan
Nari-nari di Lapangan Merah Russia
Ngabisin sebatang djarum super di bawah Patung Jesus Brasil
Main judi di Las Vegas.... dan yang terakhir
Sujud di depan Ka'bah Mekah
Bukannya saya ingin meminta ya Tuhan, karena saya 'malu' sebenarnya yang saya punya sudah lebih dari cukup.. kecuali jika Tuhan Berkenan
Ngapain saya beli macem-macem.. ngapain beli mobil toyota royal salon ala menteri kabinet jilid II
Kalo saya mah ya, asal tuh mobil bisa jalan,bisa ngerem, gk keujanan, sama ac standar aja udah cukup
Ngapain juga beli apartemen mahal-mahal di jantung kota Jakarta seperti yang sering dipromosikan
Fenny Rose di televisi
Mendingan juga punya rumah yang ada halaman rumputnya, biar saya bisa maen bola sama anak saya..
hmm , saya punya angan-angan yang sangat ingin diwujudkan.. itu juga kalo Tuhan berkenan
ya saya sangat ingin..
Lari pagi di Tembok Cina
Makan malam di depan menara eiffel
Ngasih makan burung di Hutan Amazon
Cuci muka di Air Terjun Niagara..
Berenang di Teluk Monacco
Jalan-jalan di Pasar berlian Afrika Selatan
Nonton tinju di Amerika
Nonton el classico Real Madrid vs Barcelona
Nonton bola Rangers vs Celtic
Pingin foto2 di vatikan
Nari-nari di Lapangan Merah Russia
Ngabisin sebatang djarum super di bawah Patung Jesus Brasil
Main judi di Las Vegas.... dan yang terakhir
Sujud di depan Ka'bah Mekah
Bukannya saya ingin meminta ya Tuhan, karena saya 'malu' sebenarnya yang saya punya sudah lebih dari cukup.. kecuali jika Tuhan Berkenan
Fasilitas Kampus Komponen Penting Perguruan Tinggi Ideal Bertaraf Dunia
Masa Orientasi dan Pengenalan Kampus (Ospek), rutin dilaksanakan oleh hampir perguruan tinggi di Indonesia. Kegiatan itulah yang pada semester ganjil tahun 2009 ini juga dilakukan ribuan mahasiswa baru dari salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Barat. Hajatan kampus untuk penyambutan mahasiswa baru di perguruan tinggi tersebut tentunya sudah dipersiapkan dengan matang dan terencana, mulai dari pembentukan panitia, perampungan konsep acara, hingga persiapan logistik. Pada hari pelaksanaan, acara yang seharusnya berjalan lancar tanpa hambatan ternyata rundown- nya molor hingga berjam-jam. Molornya rundown itu dikarenakan daya tampung masjid yang sangat sedikit untuk ukuran sebuah perguruan tinggi negeri terkenal.
Kejadian itu hanyalah contoh kecil dimana sebuah perguruan tinggi belum memiliki fasilitas penunjang kegiatan yang memadai. Sebagai sebuah institusi yang memegang peranan penting untu mencetak calon pemimpin bangsa, sebuah perguruan tinggi seharusnya memiliki daya dukung terhadap perkuliahan dan kegiatan kampus. Institusi pendidikan selayaknya memiliki rancangan yang berlandaskan pada apa yang menjadi kebutuhan pada segala tantangan zaman. Oleh sebab itu, perguruan tinggi sebagai salah satu pelaku pengembang ilmu pengetahuan manusia mestinya telah siap untuk menghadapi segala tantangan yang ada di depan mata terlepas dari kebutuhan pasar global. Sehingga kelak dapat benar-benar mewujudkan fungsinya. Karena sebenarnya kualitas mahasiswa salah satunya ditentukan oleh fasilitas yang dimiliki kampus bersangkutan..
Memang tidak dapat dipungkiri untuk membuat fasilitas yang ideal memerlukan dana yang sangat besar. Namun, jika bercermin dari besarnya biaya kuliah di masa sekarang, fasilitas yang diperuntukkan untuk mahasiswa semestinya juga semakin meningkat. Sungguh ironis jika ingin menjadikan perguruan tinggi ideal, tetapi dengan fasilitas kelas dua.
Satu sisi dunia pendidikan perguruan tinggi di Indonesia saat ini seakan berlomba-lomba mempersiapkan kampusnya untuk dikembangkan menjadi ‘Universitas Kelas Dunia’ (World Class University). Program itu sebenarnya telah dirancang oleh Departemen Pendidikan Nasional sejak Januari 2006 dengan menetapkan 10 perguruan tinggi sebagai pionir. Ambisi positif itu seperti memberikan jawaban menghadapi persaingan global di dunia pendidikan. Mungkin sederet perguruan tinggi tersebut ingin setara dengan Harvard University atau setidaknya National University of Singapore yang berdiri di jajaran elite universitas top sejagad. Padahal realitasnya secara penilaian berbagai sektor untuk menjadikan sebuah perguruan tinggi bertaraf dunia, Indonesia jelas masih kalah jauh. Khususnya di sektor fasilitas sebagai faktor pendukung utama. Perguruan tinggi di Indonesia mungkin tidak ada yang memiliki lapangan terbang, hotel, televisi, gedung riset dan penelitian dengan teknologi tinggi, dan sarana olahraga bertaraf olimpiade, seperti halnya Oxford University.
Mungkin kita tidak perlu melihat terlalu jauh untuk mewujudkan fasilitas mewah layaknya Oxford University. Contoh yang mendasar saja, di Universitas Padjadjaran (Unpad) masih ada perkuliahan yang diikuti oleh 100 bahkan 200 mahasiswa dalam satu kelas. Jelas hal itu sangat mengganggu dalam keefektifan belajar. Dengan kasus ini, harus diakui bahwa bagi Unpad untuk menjadi sebuah perguruan tinggi ideal bertaraf dunia masih diperlukan banyak sekali perbaikan dan langkah-langkah yang mesti ditempuh untuk mewujudkannya. Tentunya kekurangan ini masih bisa diperbaiki mengingat target Unpad sebagai perguruan tinggi bertaraf adalah adalah tahun 2025. Wacana ini harus menjadi tonggak penyemangat bagi seluruh akademisi Unpad untuk mewujudkan target jangka panjang tersebut. Dalam penyambutan mahasiswa baru semester ganjil 2008, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia. DEA, Rektor Unpad menyatakan, “Unpad masih sangat butuh perbaikan demi menjadi World Class University, untuk mewujudkannya dari segi fasilitas diperlukan biaya SPP sekitar 30 juta rupiah per mahasiswa setiap semesternya.” Menanggapi pernyataan beliau, mungkin ini yang harus dikritisi bahwa peningkatan fasilitas tidak harus selalu dibebankan kepada mahasiswa.
Fasilitas kampus yang ideal adalah hal yang sangat kompleks. Sangat banyak ukuran untuk menyulapnya menjadi nyata. Sektor-sektor yang dilihat di era modern ini misalnya dari teknologi. Di Institut Teknologi Bandung (ITB) saja yang merupakan institut bidang teknologi terbaik di negeri ini belum sepenuhnya menggunakan teknologi sebagai penunjang perkuliahan. Mahasiswa yang akan melihat nilai ujian masih banyak yang melakukan cara-cara manual seperti melihat draft nilai di dinding bahkan bertanya langsung ke dosen. Padahal sebaiknya untuk efisiensi, mahasiswa bisa melihat nilai ujian secara on-line. Bukan hanya itu, salah satu kriteria perguruan tinggi ideal, seperti keharusan memiliki Information Communication Technology (ICT) 10 KB per mahasiswa, belum sepenuhnya terwujud.
Dari opini lain, Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono,MS., Pembantu Rektor I Institut Pertanian Bogor (IPB) menyatakan, “Perguruan tinggi ideal bertaraf internasional harus mempunyai lahan pendidikan yang luas, lalu semua fasilitas penunjang pendidikan seperti gedung kuliah, gedung laboratorium, gedung penelitian, gedung perpustakaan, gedung asrama mahasiswa, dan sarana penunjang perkuliahan lainnya yang semestinya terletak dalam satu lokasi.” Jika merujuk dari pernyataan Prof. Yonny, jelas sangat bertolak belakang dengan kenyataan banyak perguruan tinggi di tanah air. Masih banyak perguruan tinggi negeri maupun swasta yang tidak memiliki konsentrasi wilayah. Di Universitas Indonesia (UI) sekalipun, semua kegiatan kampus dan fakultasnya belum sepenuhnya terkonsentrasikan dalam satu wilayah. Hal yang sama juga terjadi di Universitas Padjadjaran. Kontan tidak terkonsentrasikannya lokasi dan kegiatan kampus banyak mengakibatkan sulitnya mahasiswa untuk mengurus administrasi perkuliahan dan juga menghambat mobilitas mahasiswa untuk mengembangkan kreativitasnya dalam berkarya.
Tata kelola perguruan tinggi memang tidak sekadar membahas perihal fasilitas, masih banyak yang harus dipikirkan untuk menjadikannya ideal, seperti pelembagaan nilai-nilai keunggulan, peningkatan produk-produk perguruan tinggi, jumlah mahasiswa asing mencapai 20%, mempunyai Information Communication Technology (ICT), riset-riset yang berkualitas dengan bertujuan membentuk pembelajaran yang berbasis riset. Namun, sekali lagi yang perlu diingat segala bentuk elemen penting penunjang perguruan tinggi tersebut akan sangat sulit tercipta apabila tidak disokong oleh fasilitas sebagai komponen penting perguruan tinggi ideal bertaraf dunia.
Lima langkah awal yang seharusnya dijalankan oleh perguan tinggi sebagai solusi dari semua permasalahan ialah, pertama mencari dana yang cukup untuk membiayai seluruh keperluan operasional dan pengembangan fasilitas. Kedua, pembangunan gedung perpustakaan yang modern, lengkap, nyaman, dan penuh dengan fasilitas kemudahan, yang dikelola oleh tenaga terdidik dan terlatih, karena perpustakaan adalah jantung pendidikan. Ketiga, membangun sistem teknologi informasi yang canggih agar memudahkan mahasiswa dalam melakukan kegiatan akademik maupun non akademik. Keempat, membangun institusi-institusi penelitian yang kuat dan menggalakan para dosen untuk melakukan riset penelitian dan penulisan. Kelima, membangun sarana penunjang unit kegiatan mahasiswa.
Kejadian itu hanyalah contoh kecil dimana sebuah perguruan tinggi belum memiliki fasilitas penunjang kegiatan yang memadai. Sebagai sebuah institusi yang memegang peranan penting untu mencetak calon pemimpin bangsa, sebuah perguruan tinggi seharusnya memiliki daya dukung terhadap perkuliahan dan kegiatan kampus. Institusi pendidikan selayaknya memiliki rancangan yang berlandaskan pada apa yang menjadi kebutuhan pada segala tantangan zaman. Oleh sebab itu, perguruan tinggi sebagai salah satu pelaku pengembang ilmu pengetahuan manusia mestinya telah siap untuk menghadapi segala tantangan yang ada di depan mata terlepas dari kebutuhan pasar global. Sehingga kelak dapat benar-benar mewujudkan fungsinya. Karena sebenarnya kualitas mahasiswa salah satunya ditentukan oleh fasilitas yang dimiliki kampus bersangkutan..
Memang tidak dapat dipungkiri untuk membuat fasilitas yang ideal memerlukan dana yang sangat besar. Namun, jika bercermin dari besarnya biaya kuliah di masa sekarang, fasilitas yang diperuntukkan untuk mahasiswa semestinya juga semakin meningkat. Sungguh ironis jika ingin menjadikan perguruan tinggi ideal, tetapi dengan fasilitas kelas dua.
Satu sisi dunia pendidikan perguruan tinggi di Indonesia saat ini seakan berlomba-lomba mempersiapkan kampusnya untuk dikembangkan menjadi ‘Universitas Kelas Dunia’ (World Class University). Program itu sebenarnya telah dirancang oleh Departemen Pendidikan Nasional sejak Januari 2006 dengan menetapkan 10 perguruan tinggi sebagai pionir. Ambisi positif itu seperti memberikan jawaban menghadapi persaingan global di dunia pendidikan. Mungkin sederet perguruan tinggi tersebut ingin setara dengan Harvard University atau setidaknya National University of Singapore yang berdiri di jajaran elite universitas top sejagad. Padahal realitasnya secara penilaian berbagai sektor untuk menjadikan sebuah perguruan tinggi bertaraf dunia, Indonesia jelas masih kalah jauh. Khususnya di sektor fasilitas sebagai faktor pendukung utama. Perguruan tinggi di Indonesia mungkin tidak ada yang memiliki lapangan terbang, hotel, televisi, gedung riset dan penelitian dengan teknologi tinggi, dan sarana olahraga bertaraf olimpiade, seperti halnya Oxford University.
Mungkin kita tidak perlu melihat terlalu jauh untuk mewujudkan fasilitas mewah layaknya Oxford University. Contoh yang mendasar saja, di Universitas Padjadjaran (Unpad) masih ada perkuliahan yang diikuti oleh 100 bahkan 200 mahasiswa dalam satu kelas. Jelas hal itu sangat mengganggu dalam keefektifan belajar. Dengan kasus ini, harus diakui bahwa bagi Unpad untuk menjadi sebuah perguruan tinggi ideal bertaraf dunia masih diperlukan banyak sekali perbaikan dan langkah-langkah yang mesti ditempuh untuk mewujudkannya. Tentunya kekurangan ini masih bisa diperbaiki mengingat target Unpad sebagai perguruan tinggi bertaraf adalah adalah tahun 2025. Wacana ini harus menjadi tonggak penyemangat bagi seluruh akademisi Unpad untuk mewujudkan target jangka panjang tersebut. Dalam penyambutan mahasiswa baru semester ganjil 2008, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia. DEA, Rektor Unpad menyatakan, “Unpad masih sangat butuh perbaikan demi menjadi World Class University, untuk mewujudkannya dari segi fasilitas diperlukan biaya SPP sekitar 30 juta rupiah per mahasiswa setiap semesternya.” Menanggapi pernyataan beliau, mungkin ini yang harus dikritisi bahwa peningkatan fasilitas tidak harus selalu dibebankan kepada mahasiswa.
Fasilitas kampus yang ideal adalah hal yang sangat kompleks. Sangat banyak ukuran untuk menyulapnya menjadi nyata. Sektor-sektor yang dilihat di era modern ini misalnya dari teknologi. Di Institut Teknologi Bandung (ITB) saja yang merupakan institut bidang teknologi terbaik di negeri ini belum sepenuhnya menggunakan teknologi sebagai penunjang perkuliahan. Mahasiswa yang akan melihat nilai ujian masih banyak yang melakukan cara-cara manual seperti melihat draft nilai di dinding bahkan bertanya langsung ke dosen. Padahal sebaiknya untuk efisiensi, mahasiswa bisa melihat nilai ujian secara on-line. Bukan hanya itu, salah satu kriteria perguruan tinggi ideal, seperti keharusan memiliki Information Communication Technology (ICT) 10 KB per mahasiswa, belum sepenuhnya terwujud.
Dari opini lain, Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono,MS., Pembantu Rektor I Institut Pertanian Bogor (IPB) menyatakan, “Perguruan tinggi ideal bertaraf internasional harus mempunyai lahan pendidikan yang luas, lalu semua fasilitas penunjang pendidikan seperti gedung kuliah, gedung laboratorium, gedung penelitian, gedung perpustakaan, gedung asrama mahasiswa, dan sarana penunjang perkuliahan lainnya yang semestinya terletak dalam satu lokasi.” Jika merujuk dari pernyataan Prof. Yonny, jelas sangat bertolak belakang dengan kenyataan banyak perguruan tinggi di tanah air. Masih banyak perguruan tinggi negeri maupun swasta yang tidak memiliki konsentrasi wilayah. Di Universitas Indonesia (UI) sekalipun, semua kegiatan kampus dan fakultasnya belum sepenuhnya terkonsentrasikan dalam satu wilayah. Hal yang sama juga terjadi di Universitas Padjadjaran. Kontan tidak terkonsentrasikannya lokasi dan kegiatan kampus banyak mengakibatkan sulitnya mahasiswa untuk mengurus administrasi perkuliahan dan juga menghambat mobilitas mahasiswa untuk mengembangkan kreativitasnya dalam berkarya.
Tata kelola perguruan tinggi memang tidak sekadar membahas perihal fasilitas, masih banyak yang harus dipikirkan untuk menjadikannya ideal, seperti pelembagaan nilai-nilai keunggulan, peningkatan produk-produk perguruan tinggi, jumlah mahasiswa asing mencapai 20%, mempunyai Information Communication Technology (ICT), riset-riset yang berkualitas dengan bertujuan membentuk pembelajaran yang berbasis riset. Namun, sekali lagi yang perlu diingat segala bentuk elemen penting penunjang perguruan tinggi tersebut akan sangat sulit tercipta apabila tidak disokong oleh fasilitas sebagai komponen penting perguruan tinggi ideal bertaraf dunia.
Lima langkah awal yang seharusnya dijalankan oleh perguan tinggi sebagai solusi dari semua permasalahan ialah, pertama mencari dana yang cukup untuk membiayai seluruh keperluan operasional dan pengembangan fasilitas. Kedua, pembangunan gedung perpustakaan yang modern, lengkap, nyaman, dan penuh dengan fasilitas kemudahan, yang dikelola oleh tenaga terdidik dan terlatih, karena perpustakaan adalah jantung pendidikan. Ketiga, membangun sistem teknologi informasi yang canggih agar memudahkan mahasiswa dalam melakukan kegiatan akademik maupun non akademik. Keempat, membangun institusi-institusi penelitian yang kuat dan menggalakan para dosen untuk melakukan riset penelitian dan penulisan. Kelima, membangun sarana penunjang unit kegiatan mahasiswa.
Langganan:
Postingan (Atom)