Dasar Pemikiran Groupthink
Groupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah, “Istilah untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral”. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional, tetapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Groupthink mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan diluar kelompok. Kelompok yang terkena sindrom groupthink biasanya adalah kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang sama, terasing (tidak menyatu, terisolir) dari pendapat-pendapat luar, dan tidak ada aturan yang jelas tentang proses pengambilan keputusan.
Groupthink Dalam Tradisi Sosiokultural
Bagian ini berhubungan dengan dua topik dasar struktur kelompok dan tugas kelompok. Sebagai pekerjaan kelompok dan tugas kelompok. Sebagai pekerjaan kelompok dengan tugas-tugasnya, sebetulnya ini menciptakan struktur yang akibatnya pada pengaruh bagaimana mengatur tugas-tugasnya. Dengan kata lain, kedua topik ini kaitannya sangat erat. Secara spesifik, teori pemikiran kelompok berfokus pada masalah yang paling sering dihadapi dalam tugas dan keputusan kelompok.
Kohesivitas Kelompok Sebagai Dasar Pembentuk dari Groupthink Theory
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collins dan Raven,1964). Pada kelompok kohesif para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka menjadi mudah melakukan konformitas. Semakin kohesif sebuah kelompok, semakin mudah anggotanya tunduk pada norma kelompok. Bettingushaus (1973) menunjukkan bebrapa implikasi komunikasi dalam kelompok yang kohesif :
1. Karena pada kelompok kohesif, devian akan ditentang dengan keras, komunikator akan dengan mudah berhasil memperoleh dukungan kelompok jika gagasannya sesuai dengan mayoritas anggota kelompok. Sebaliknya, ia akan gagal jika ia menjadi satu-satunya devian dalam kelompok.
2. Pada umumnya, kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin dipengaruhi persuasi. Ada tekanan ke aarah uniformitas dalam pendapat, keyakinan, dan tindakan.
3. Komunikasi dengan kelompok yang kohesif harus memperhitungkan distribusi komunikasi di antara anggota-anggota kelompok. Anggota biasanya bersedia berdiskusi dengan bebas sehingga saling pengertian akan mudah diperoleh. Saling pengertian membantu tercapainya perubahan sikap.
4. Dalam situasi pesan tampak merupakan ancaman kepada kelompok, kelompok yang lebih kohesif akan lebih cenderung menolak pesan dari pihak luar dibandingkan dengan kelompok yang tingkat kohesifitasnya rendah.
5. Dalam hubungannya dengan pernyataan di atas, komunikator dapat meningkatkan kohesivitas kelompok agar kelompok mampu menolak pesan yang bertentangan.
Dalam kasus groupthink theory tingkat kohesivitas kelompok sudah sangat tinggi sehingga menganngap bahwa kelompoknya-lah yang paling benar dan mengacuhkan pendapat kelompok lain. Serta suara mayoritas tidak lagi menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan kelompok. Kelompok yang kohesif jauh lebih mungkin untuk terlibat dalam groupthink . Groupthink akan terjadi apabila kohesivitas tinggi dan kecenderungan untuk mencari konsensus dalam kelompok-kelompok yang memiliki ikatan erat akan mengakibatkan mereka mengambil keputusan-keputusan yang inferior. Kelompok-kelompok sering sekali tidak mendiskusikan semua pilihan yang sebenarnya dapat dipertimbangkan. Serta kelompok sangat selektif dalam menangani informasi.
Sejarah Perkembangan Groupthink Theory
Bermula dari karyanya yang sangat ilmiah Irving L. Janis (1972), yang termuat dalam bukunya ‘’victims of Groupthink : A psychological Study for foreign Decision and Fiascoes”. Dia menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu model berpikir sekelompok orang yang bersifat kohesif. Dia mendefinisikan groupthink sebagai suatu metode berpikir yang diterapkan oleh orang-orang apabila mereka terlibat secara mendalam di dalam suatu kelompok yang kohesif , apabila para anggota ingin mencapai unamity sehingga menghilangkan motivasi mereka untuk menilai secara realistis rangkaian tindakan alternatif lainnya. Teori yang dikemukakan oleh Janis ini berangkat dari pemikiran kelompok. Yaitu sebuah hasil langsung terhadap kepaduan kelompok yang telah dibahas beberapa bagian oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an dan dilihat sebagai sebuah variable penting dalam keefektifan kelompok.
Pengertian Groupthink Theory
Groupthink adalah jenis pemikiran yang ditunjukkan oleh anggota kelompok yang berusaha untuk meminimalkan konflik dan mencapai konsensus tanpa pengujian secara kritis, analisis yang tepat, dan mengevaluasi ide-ide dari luar kelompok. Kreativitas individu, keunikan, dan cara berpikir yang independen menjadi hilang karena mengejar kekompakan kelompok. Dalam kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya. Motif ini dilakukan anggota kelompok agar tidak terlihat bodoh, atau keinginan untuk menghindari konflik dengan anggota lain dalam kelompok. Groupthink dapat menyebabkan suatu kelompok membuat keputusan secara tergesa-gesa dan membuat keputusan yang tidak rasional. Dalam groupthink, pendapat individu disisihkan karena dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan kelompok.
Groupthink Sebagai Konesekuensi dari Kohesi Kelompok
Anggota kelompok yang kohesif lebih siap untuk berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan kelompok. Mereka lebih setuju terhadap tujuan kelompok, lebih siap menerima tugas-tugas dan peranan serta lebih menaati norma-norma kelompok. Mereka juga memelihara dan mempertahankan norma-norma serta menolak orang lain yang merasa tidak sesuai dengan norma kelompok. Kelompok yang kohesif memiliki anggota yang loyal terhadap kelompok, mempunyai rasa tanggung jawab kelompok, mempunyai motivasi tinggi untuk melaksanakan tugas kelompok dan merasa puas atas pekerjaan kelompok. Ciri-ciri tersebut dapat menyebabkan meningkatnya keterikatan antara anggota kelompok. Selanjutnya anggota kelompok tersebut lebih sering berkomunikasi dan komunikasinya lebih efektif dibandingan kelompok yang kohesinya rendah. Kelompok yang kohesinya tingi pada tingkat lanjutan akan membentuk groupthink pada pengambilan keputusan kelompoknya.
Asumsi Groupthink Theory
Groupthink adalah sebuah teori yang terkait dengan komunikasi kelompok kecil. Kelompok-kelompok kecil merupakan bagian dari fenomena hampir setiap segmen masyarakat dunia dan khusunya Amerika Serikat. Bahkan, Marshall Scott Poole (1998) berpendapat bahwa kelompok kecil harus'menjadi 'unit dasar analisis''. Janis memfokuskan karyanya pada pemecahan masalah yang berorientasi pada kelompok dan tugas kelompok, yang tujuan utamanya adalah untuk membuat keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan. Pengambilan keputusan adalah bagian penting dari kelompok-kelompok kecil ini. Kegiatan lain dari kelompok-kelompok kecil mencakup berbagi informasi , bersosialisasi, berhubungan dengan orang-orang dan kelompok-kelompok di luar kelompok, mendidik anggota baru, menentukan peran, dan bercerita (Frey & Sunwolf, 2005; poole & Hirokawa. 1996). Dengan pikiran itu, kita dapat membagi tiga asumsi kritis yang membimbing teori ini,yaitu;
-Kondisidalam kelompok kohesivitas tinggi
- Kelompok pemecahan masalah pada dasarnya merupakan suatu proses terpadu
- Kelompok-kelompok dan pengambilan keputusan kelompok sering sekali kompleks
Asumsi pertama groupthink berkaitan dengan karakteristik kehidupan kelompok: kohesif. Suatu Kondisi di dalam kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi. Ernest Bormann (1996) mengamati bahwa anggota kelompok sering memiliki sentimen atau emosional, dan sebagai akibatnya mereka cenderung mempertahankan identitas kelompok. Pemikiran kolektif ini biasanya jaminan bahwa suatu kelompok akan menjadi menyenangkan dan mungkin sangat kohesif.
Kita mungkin pernah mendengar kelompok yang bersatu atau memiliki esprit de corps yang tinggi. Kekompakan didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana anggota kelompok bersedia bekerja sama. Kelompok mempunyai rasa kebersamaan. Kohesi kelompok timbul dari sikap, nilai, dan pola perilaku; para anggota yang sangat tertarik kepada anggota lain. Sikap, nilai, dan perilaku lebih cenderung disebut kohesif.
Kohesi adalah perekat yang membuat sebuah kelompok utuh. Kita mungkin telah mengerti tentang perilaku anggota yang kohesif, walaupun mungkin sulit untuk mengukur tingkat kepaduannya. Asumsi kedua diteliti pada proses pemecahan masalah dalam kelompok kecil: Ini biasanya merupakan usaha yang terpadu. Dengan ini, berarti bahwa orang tidak cenderung untuk mengganggu dalam pengambilan keputusan kelompok. Anggota kelompok pada dasarnya berusaha untuk menghindari konflik. Suatu kelompok yang terdapat gejala groupthink menghindar dari penyebab-penyebab konflik. Misalnya, anggota kelompok menghindari perbedaan pendirian dan perbedaan perasaan antara individu, anggota kelompok menghindari perbedaan kepribadian di antara mereka yang disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang kebudayaan, anggota kelompok menghindari perbedaan kepentingan individu atau kelompok, anggota kelompok mengindari perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat karena adanya perubahan nilai atau sistem yang berlaku. Dennis Goran (1998) mencatat bahwa kelompok-kelompok rentan dalam kondisi affiliative constrains, yang berarti bahwa anggota kelompok terus menerima masukan mereka daripada menolak ide dan memperdebatkan mengenai ide-ide. Menurut Gouran, ketika anggota kelompok berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, mereka cenderung untuk mementingkan pelestarian kelompok daripada memperdebatkan isu-isu yang bisa menimbulkan perdebatan kelompok . Anggota kelompok tampaknya lebih cenderung mengikuti pemimpinnya dalam pengambilan keputusan.
Kita mungkin pernah mendengar kelompok yang bersatu atau memiliki esprit de corps yang tinggi. Kekompakan didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana anggota kelompok bersedia bekerja sama. Kelompok mempunyai rasa kebersamaan. Kohesi kelompok timbul dari sikap, nilai, dan pola perilaku; para anggota yang sangat tertarik kepada anggota lain. Sikap, nilai, dan perilaku lebih cenderung disebut kohesif.
Kohesi adalah perekat yang membuat sebuah kelompok utuh. Kita mungkin telah mengerti tentang perilaku anggota yang kohesif, walaupun mungkin sulit untuk mengukur tingkat kepaduannya. Asumsi kedua diteliti pada proses pemecahan masalah dalam kelompok kecil: Ini biasanya merupakan usaha yang terpadu. Dengan ini, berarti bahwa orang tidak cenderung untuk mengganggu dalam pengambilan keputusan kelompok. Anggota kelompok pada dasarnya berusaha untuk menghindari konflik. Suatu kelompok yang terdapat gejala groupthink menghindar dari penyebab-penyebab konflik. Misalnya, anggota kelompok menghindari perbedaan pendirian dan perbedaan perasaan antara individu, anggota kelompok menghindari perbedaan kepribadian di antara mereka yang disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang kebudayaan, anggota kelompok menghindari perbedaan kepentingan individu atau kelompok, anggota kelompok mengindari perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat karena adanya perubahan nilai atau sistem yang berlaku. Dennis Goran (1998) mencatat bahwa kelompok-kelompok rentan dalam kondisi affiliative constrains, yang berarti bahwa anggota kelompok terus menerima masukan mereka daripada menolak ide dan memperdebatkan mengenai ide-ide. Menurut Gouran, ketika anggota kelompok berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, mereka cenderung untuk mementingkan pelestarian kelompok daripada memperdebatkan isu-isu yang bisa menimbulkan perdebatan kelompok . Anggota kelompok tampaknya lebih cenderung mengikuti pemimpinnya dalam pengambilan keputusan.
Asumsi ketiga menekankan pada sifat pemecahan masalah dalam kelompok yang kompleks. Marvin Shaw (1981) dan Janet Fulk dan Joseph Mc Grath (2005) mendiskusikan isu-isu tambahan yang berkaitan dengan kompleksitas suatu kelompok. Mereka mencatat bahwa berbagai pengaruh pada sebuah kelompok kecil. Misalnya anggota kelompok usia, sifat kompetitif anggota kelompok, ukuran kelompok, kecerdasan anggota kelompok, komposisi jenis kelamin kelompok, dan gaya kepemimpinan yang muncul dalam kelompok. Selanjutnya, latar belakang budaya masing-masing anggota kelompok dapat mempengaruhi proses kelompok. Misalnya, karena banyak budaya tidak menempatkan premi pada komunikasi terbuka dan ekspresif, beberapa anggota kelompok dapat menahan diri dari perdebatan atau dialog. Perbedaan pengalaman dan perbedaan rujukan inilah yang mengakibatkan pengambilan keputusan dalam suatu kelompok sangat kompleks.
Jika dinamika kelompok sama-sama kompleks dan menantang, mengapa orang begitu sering ditugaskan untuk kerja kelompok? Jelas, jawabannya terletak pada pepatah "dua kepala lebih baik daripada satu." John Brilhart, Gloria Galanes, dan Katherine Adams (2001) berpendapat secara efektif tentang hal ini. Kelompok biasanya lebih baik dalam memecahkan masalah dalam jangka panjang daripada individu. karena mereka memiliki akses untuk informasi lebih banyak daripada yang individu lakukan. Misalnya bisa melihat kekurangan dan bisa saling bertukar pikiran. Selain itu, jika banyak orang yang berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah, maka mereka akan lebih baik melaksanakan rencana kelompok.
Clark McCauley (1989) menunjukkan bahwa kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya mirip satu sama lain adalah kelompok yang lebih konduktif untuk groupthink. istilah dari kesamaan ini adalah homogenitas. Kemiripan ini adalah salah satu karakteristik yang dapat mendorong groupthink. Keputusan kelompok yang tidak serius dipertimbangkan oleh semua orang dapat memfasilitasi groupthink. Kualitas usaha dan kualitas berpikir sangat penting dalam pengambilan keputusan kelompok (Hirokawa, Erbert, & Hurst, 1996).
Jika dinamika kelompok sama-sama kompleks dan menantang, mengapa orang begitu sering ditugaskan untuk kerja kelompok? Jelas, jawabannya terletak pada pepatah "dua kepala lebih baik daripada satu." John Brilhart, Gloria Galanes, dan Katherine Adams (2001) berpendapat secara efektif tentang hal ini. Kelompok biasanya lebih baik dalam memecahkan masalah dalam jangka panjang daripada individu. karena mereka memiliki akses untuk informasi lebih banyak daripada yang individu lakukan. Misalnya bisa melihat kekurangan dan bisa saling bertukar pikiran. Selain itu, jika banyak orang yang berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah, maka mereka akan lebih baik melaksanakan rencana kelompok.
Clark McCauley (1989) menunjukkan bahwa kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya mirip satu sama lain adalah kelompok yang lebih konduktif untuk groupthink. istilah dari kesamaan ini adalah homogenitas. Kemiripan ini adalah salah satu karakteristik yang dapat mendorong groupthink. Keputusan kelompok yang tidak serius dipertimbangkan oleh semua orang dapat memfasilitasi groupthink. Kualitas usaha dan kualitas berpikir sangat penting dalam pengambilan keputusan kelompok (Hirokawa, Erbert, & Hurst, 1996).
Penyebab Groupthink
Istilah groupthink, yang diciptakan oleh psikolog sosial Irving Janis (1972), dapat terjadi ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang salah karena tekanan kelompok yang sangat kohesif mengarah ke penurunan "efisiensi mental, realitas pengujian, dan pertimbangan moral". Groupthink juga cenderung merendahkan pendapat kelompok lain. Kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh groupthink akan mengabaikan alternatif-alternatif lain dan cenderung mengambil tindakan yang men-dehumanisasi kelompok lain. Menurut Janis, kohesi kelompok hanya akan menimbulkan groupthink jika salah satu dari berikut dua kondisi anteseden hadir, yaitu :
* Structural errors in the organization: insulation of the group, lack of tradition of impartial leadership, lack of norms requiring methodological procedures, homogeneity of social background and ideology. * Provocation situational context: high stress from external threats, failure recently, the excessive difficulty in decision-making task, moral dilemmas.
Dalam bahasa yang lebih mudah, suatu kelompok sangat rentan terhadap groupthink apabila ;
Dalam struktur organisasi
· Anggota dari suatu kelompok memiliki latar belakang dan pengalaman yang berdekatan.
Komunikasi dalam suatu kelompok yang memiliki kesatuan visi dan efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya. Walaupun dalam kenyataanya tidak pernah ada manusia yang persis sama. Namun, kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya ras (suku) mendorong orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi dalam kelompok menjadi lebih padu.
Janis (1982) mencatat bahwa kurangnya ''perbedaan dalam latar belakang sosial dan ideologi di antara para anggota kelompok kohesif akan memudahkan bagi mereka untuk setuju pada apa pun proposal yang diajukan oleh pemimpin ".
· Suatu kelompok tersebut terisolasi dari opini-opini dunia luar.
Hal tersebut dapat terjadi jika kelompok jauh dari pengaruh kelompok lain atau dapat juga dengan sengaja menjauhkan diri dari kelompok luar. Isolasi dalam kelompok mengacu pada kemampuan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh dunia luar. Anggota-anggota dalam sebuah kelompok berkomunikasi begitu sering sehingga mereka menjadi kebal dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar kelompok mereka. Memang pada kenyataannya, mereka mungkin akan membahas isu-isu yang terjadi di dunia luar, namun para anggota terisolasi dari pengaruhnya.
· Dan, apabila tidak ada aturan mengenai kejelasan dalam pengambilan keputusan kelompok.
Jika dalam suatu kelompok tidak ada sistem yang mengatur perihal bagaimana keputusan dibuat, maka akibatnya keputusan yang akan diambil menjadi keputusan yang masih mentah tanpa mempertimbangkan dan mengevaluasi ide-ide lain.
Dalam konteks situasional:
· Stres tinggi dari faktor eksternal,
Akhir kondisi anteseden groupthink berkaitan dengan penekanan pada kelompok. Yaitu, internal dan eksternal pada kelompok stres dapat menimbulkan groupthink. Ketika para pembuat keputusan di bawah tekanan besar, maka kekuatan kelompok akan cenderung terganggu.
Contohnya, dosen memberikan tugas pada kelompok A yang sangat sulit hanya dalam tempo satu minggu. Dan tugas tersebut berpengaruh 40% dari nilai akhir. Namun, dalam kenyataannya kelompok A menjadi bekerja di bawah tekanan karena tuntutan tugas tersebut. Walhasil apapun idenya asalkan dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu akan diambil tanpa menimbang metode pengerjaannya dan cara-cara yang benar.
· kegagalan
· kesulitan yang berlebihan pada pengambilan keputusan,
· dilemma moral.
Psikolog sosial Clark McCauley tiga kondisi di mana terjadi groupthink:
· Petunjuk Kepemimpinan
· Homogenitas anggota latar belakang sosial dan ideologi
· Isolasi kelompok dari luar sumber-sumber informasi dan analisis
Gejala Groupthink
Janis (1982) mengamati tentang gejala-geajala dari groupthink.
Tanda-tanda atau gejala bagi kelompok yang mengalami groupthink, diantaranya :
a. Kelompok Overtimation Sebuah kelompok overtimation termasuk pada perilaku orang-orang yang menunjukkan kelompok percaya. Dua gejala spesifik ada dalam kategori ini Ilusi Kekebalan dan Percaya Pada Moralitas Yang Melekat Pada Kelompok.
· Illusion of invulnerability (Anggapan bahwa kelompok kebal)
Kelompok yakin bahwa pengambilan keputusannya tidak perlu dipertanyakan, yang menciptakan optimisme berlebihan dan dorongan untuk mengambil risiko yang ekstrim. Suatu sikap dimana segala sesuatu akan berlangsung baik karena merasa dalam kelompok yang khusus.
· Belief in inherent group (Percaya Pada Moralitas Yang Melekat)
Percaya pada moralitas yang melekat dalam kelompok yang sedang terpengaruh groupthink, para anggota akan secara otomatis mengasumsikan bahwa pandangan mereka selalu benar. Hal ini membuat para angota cenderung mengabaikan konsekuensi-konsekuensi moral dan etika dari keputusan-keputusan yang mereka buat.
b. Closed-minded Ketika sebuah kelompok close-minded atau tertutup, maka kelompok akan mengabaikan pengaruh luar pada kelompok. Kedua gejala dibahas oleh Janis dalam kategori ini adalah Stereotip Rasionalisasi Outgroups dan kolektif Outgroups Stereotype.
· Rasionalisasi Kolektif
Suatu cara bepikir yang menolak setiap pandangan yang berbeda tanpa mengevaluasinya secara memadai dan menyeluruh. Usaha-usaha ini akan mendorong kelompok untuk mengabaikan peringatan-peringatan yang apabila tidak diabaikan kemungkinan akan mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali asumsi-asumsi mereka, sebelum mereka memutuskan untuk berkomitmen kembali ke keputusan-keputusan kebijaksanaan semula.
· Out-Group Stereotype
Membuat asumsi-asumsi sederhana dan belum tentu benar mengena orang-orang yang bukan anggota kelompok. Sikap outgroup selalu ditandai dengan suatu kelainan yang berwujud antagonis atau antipati.
c. Pressures Toward Uniformity
Tekanan terhadap keseragaman pengaruhnya dapat sangat besar untuk beberapa kelompok. Janis percaya bahwa kelompok yang selalu bersama dapat menetapkan diri mereka menjadi kelompok yang menganut groupthink. Keempat gejala pada kategori ini adalah Self Cencorship, Ilusi Kebulatan Suara, Self Appointed Mindguards, dan Direct Pressure on Dissenters.
· Self Cencorship
Individu-individu dalam kelompok menekan setiap keraguan-keraguan yang mereka rasakan mengenai pemikiran kelompok. Para anggota cenderung menghilangkan penyimpangan dari konsensus, dan berusaha meminimumkan signifikasi dari keraguan-keraguan mereka dan argumen-argumen yang bertentangan.
· Illusion of Unanimity
Para anggota kelompok memiliki pemahaman yang salah mengenai kelompok, yaitu mereka menganggap kelompok sebagai unanimous (semua anggota memiliki pandangan yang sama). Karena adanya self cencorship, para anggota membagi keyakinan bahwa ada unanimous dalam pertimbangan-pertimbangan mereka; tidak memberikan suara dianggap konsensus.
· Direct Pressure on Dissenters (Tekanan Langsung Pada Anggota Yang Menolak)
Para anggota kelompok dibujuk untuk tidak mnentang pemikiran kelompok. Kepada orang-orang yang membuat argumen-argumen kuat yang menentang stereotype, ilusi, atau komitmen kelompok akan disampaikan tantangan berupa sanksi; anggota yang loyal akan selalu sependapat dengan mayoritas kelompok
· Self appointed Minguards
Mindguards berarti melindungi pemimpin dari gagasan yang salah. Para angota kelompok melindungi kelompok dari informasi yang buruk dan mengancam berlangsungnya dinamika kelompok.
· mode pertahanan kecemasan pada gejala groupthink
Penanggulangan Masalah dalam Groupthink Theory
Janis yakin dapat menemukan jawaban dari masalah groupthink dengan mengikuti langkah-langkah ini;
· Mendorong semua orang untuk menjadi evaluator kritis dan menunjukkan diri mereka kapan pun mereka hadir.
· Tidak memiliki pemimpin yang menyatakan sebuah pilihan di muka umum
· Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independen dan terpisah
· Membagi kelompok ke dalam kelompok-kelompok kecil
· Membahas apa yang sedang terjadi di ‘dunia luar’ dengan yang lainnya di luar kelompok
· Mengundang orang luar kelompok ke dalam kelompok untuk memberikan ide-ide segar.
· Menilai individu setiap kali ada pertemuan kelompok
· Melihat tanda-tanda peringatan pada persoalan yang menimpa kelompok
· Memegang prinsip cek dan ricek untuk mempertimbangkan kembali keputusan sebelum mengakhirinya
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan masalah dari groupthink adalah menciptakan kelompok yang efektif dari segi pengambilan keputusan. Kelompok yang efetif dapat menghasilkan keputusan dengan kualitas baik. Keputusan yang dihasilkan merupakan produk kesepakatan anggota-anggota kelompok untuk melakukan sesuatu dan biasanya merupakan hasil pemilihan dari beberapa kemungkinan yang berbeda.
Beberapa hal yang berkaitan dengan metode pengambilan keputusan dijelaskan oleh Carolina NItimaharjo dan Jusman Kandar, sebagai berikut:
1. Keputusan yang efektif
Ada lima karakteristik utama dari keputusan yang efektif :
· Sumber-sumber anggota kelompok baik untuk dipergunakan,
· Waktunya tepat,
· Keputusan tepat atau mempunyai kualitas tinggi.
· Keputusan berguna bagi anggota kelompok
· Adanya kemampuan kelompok untuk memecahkan masalah
2. Metode Pengambilan Keputusan
Ada Beberapa metode pengambilan keputusan. Dari cara-cara tersebut tidak dapat dikatakan bahwa yang satu lebih baik dari yang lainnya. Beberapa metode atau cara cocok diterapkan dalam situasi-situasi tertentu ,tetapi tidak semua cocok untuk setiap situasi. Kelompok yang efektif dapat memahami konsekuensi-konsekuensinya dari setiap metode pengambilan keputusan secara baik.
Ada beberapa contoh metode dalam pengambilan keputusan. Berikut ini penjelasan metode pengambilan keputusan tersebut satu per satu;
· Konsensus dari semua anggota kelompok
Metode konsensus, walaupun membutuhkan waktu lama. Tetapi, di dalam konsensus setiap anggota kelompok sepakat terhadap apa yang diputuskan oleh kelompok. Konsensus dapat diartikan sebagai opini kolektif yang berasal dari anggota kelompok yang memiliki komunikasi yang sifatnya terbuka, dan iklim kelompok suportif sehingga setiap anggota kelompok di dalam kelompok merasa mempunyai kesempatan untuk menentukan keputusan. Semua anggota kelompok mengerti tentang keputusan yang diambil dan bersedia untuk melaksanakannya. Semua anggota diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, persepsi dan perasaannnya tentang keputusan yang diambil. Satu-satunya cara untuk memahami metode pengambilan keputusan adalah dengan mencobanya.
· Suara terbanyak
Metode suara terbanyak merupakan metode pengambilan keputusan yang lazim dilakukan. Alternatif keputusan yang dipilih adalah oleh paling banak anggota kelompok, sekurang-kurangnya 51 % dari seluruh jumlah anggota kelompok
· Keputusan yang diambil dari kelompok minoritas
Kelompok minoritas, terdiri dari anggota kelompok yang jumlahnya kurang dari 50%, dapat menentukan keputusan kelompok dengan berbagai cara, baik sesuai dengan peraturan maupun tidak. Apabila sesuai dengan aturan, dibentuk komite yang terdiri beberapa anggota kelompok. Kepada komite inilah dipercayakan untuk mengambil keputusan kelompok. Apabila tidak sesuai dengan aturan, ditunjuk beberapa anggota yang bertugas untuk mengambil keputusan kelompok.
· Hasil rata-rata dari opini perorangan anggota kelompok
Metode ini dilaksanakan dengan cara mengumpulkan pendapat dari masing-masing anggota kelompok dan selanjutnya dirata-ratakan. Masing-masing anggota kelompok tidak mengetahui pendapat orang lain, maksudnya pengumpulamn pendapat ini dilakukan secara terpisah atau tertulis dan tidak diperlihatkan atau diberitahukan kepada anggota yang lain. Metode ini hampir sama dengan metode suara terbanyak, bedanya pada metode rata-rata opini perseorangan, keputuan yang diambil dapat berdasarkan keputusan yang dipilih oleh kurang dari 50% jumlah anggota kelompok.
· Keputusan yang diambil oleh para ahli
Metode ini dilakukan dengan cara menentukkan anggota yang dianggap ahli dalam masalah tersebut, kemudian diminta untuk memutuskan. Hasil keputusannya kemudian dijadikan keputusan kelompok.
· Keputusan yang diambil oleh anggota yang paling berkuasa setelah didiskusikan di dalam kelompok
Metode ini dapat digunakan di dalam kelompok yang memiliki struktur otoritas yang mempunyai cirri yang jelas bahwa pimpinan yang akan mengambil keputusn. Kelompok semacam ini misalnya organisasi-organisasi bisnis, sekolah, pemerintahan, pada umumnya mempergunakan metode ini. Anggota kelompok dapat mengemukakan ide di dalam diskusi.
Adapun cara untuk mencegah groupthink, diantaranya:
· Dibutuhkan adanya supervisi dan kontrol (membentuk komite parlementer)
o Mengembangkan sumber daya untuk memonitor proses pembuatan kebijakan.
o Memberi dukungan akan adanya intervensi.
o Mengaitkan kepentingan nasib dengan nasib anggota lain.
· Mendukung adanya pelaporan kecurangan (suarakan keraguan)
o Hindari penekanan kekhawatiran pada keputusan kelompok
o Terus tidak sepakat dan memperdebatkan ketika tidak ada jawaban yang memuaskan
o Pertanyakan asumsi
· Mengizinkan adanya keberatan (lindungi conscientious objectors)
o Berikan jalan keluar bagi para anggota kelompok
o Jangan menganggap remeh implikasi moral dari sebuah tindakan
o Dengarkan kekhawatiran pribadi anggota akan isu-isu etis di kelompok
· Menyeimbangkan konsensus dan suara terbanyak (mengubah pilihan pengaturan peraturan)
o Kurangi tekanan kepada anggota kelompok yang berada pada posisi minoritas
o Mencegah terjadinya sub-kelompok (peer group)
· Memperkenalkan pendekatan yang mendukung banyak pendapat dalam pengambilan keputusan kelompok
Sumber
Pustaka
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007
Bugin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Effendy, Onong. Kamus Komunikasi. Bandung : CV. Mandar Maju, 1989
Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007
Goldberg, Alvin. Dan Larson Carl. Komunikasi Kelompok: Proses-Proses Diskusi dan Penerapannya. Edisi Terjemahan. Depok : UI Press, 2006.
Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2005.
Huraerah, Abu dan Peurwanto. Dinamika Kelompok : Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama
Hassan, Shadily. Ensiklopedia Indonesia. Edisi Lux. Jakarta : PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1997
West Richard and Turner Lynn. Introducing Communication Theory. NY : Mc Graw Hill
John, Little and W, Stephen. Theories of Human Communication. Belmont, California: Thomson Wadsworth Publishing Company, 2005
Makalah
Handayani, Susaningtyas dan kawan-kawan. Resume Tugas Mata Kuliah Teori Komunikasi Kontemporer. Bandung, 2007.
Perkuliahan
Mater Kuliah Komunikasi Kelompok Semester 3 periode tahun 2009 Mankom Fikom Unpad
Rujukan Online
http://www.facebook.com/ timnassepakbolaindonesia/group.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar