I.A. Pengertian Audit
Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima.
I.B. Audit Komunikasi
Istilah audit komunikasi diperkenalkan oleh George Odiorne (1954). Dengan menggunakan istilah audit itu, ia hendak menunjukkan bahwa proses-proses komunikasi bagaimanapun dapat diperiksa, dievaluasi dan diukur secara cermat dan sistematik sebagaimana halnya dengan catatan-catatan keuangan. Kegiatan-kegiatan komunikasi sebagai pelaksanaan dari sistem komunikasi ataupun program komunikasi khusus dapat diukur, sehingga kualitas dan kinerja ekesekutif, pejabat dan staf komunikasi dapat diketahui dan bila diperlukan dapat diperbaiki secara sistematik. Audit komunikasi adalah kajian mendalam dan menyeluruh tentang pelaksanaan sistem komunikasi keorganisasian yang mempunyai tujuan meningkatakan efektivitas organisasi.
I.C. Wawancara
Wawancara (bahasa Inggris: interview) merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi dimana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai.
Ankur Garg, seorang psikolog menyatakan bahwa wawancara bisa jadi alat bantu saat dilakukan oleh pihak yang mempekerjakan seorang calon/ kandidat untuk suatu posisi, jurnalis, atau orang biasa yang sedang mencari tau tentang kepribadian seseorang ataupun mencari informasi.
II.A. Teknik Wawancara
Pelaksanaaan audit memerlukan berbagai bentuk teknik komunikasi audit. Bentuk komunikasai yang akan dibahas dalam resume ini adalah teknik wawancara. Wawancara merupakan proses interaksi yang dilakukan secara lisan dengan menggunakan metode tanya jawab yang mempunyai tujuan. Selain kegiatan audit seperti observasi dengan menggunakan metode tanya jawab yang mempunyai tujuan. wawancara juga selalu digunakan oleh auditor untuk memeroleh data ataupun fakta yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Wawancara merupakan alat yang sangat baik untuk memeroleh informasi, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, masa depan ataupun tanggapan seseorang mengenai sesuatu hal. Wawancara juga berguna untuk menangkap aksi, reaksi seseorang dalam membentuk gerak-gerik dan ekspresi seseorang dalam pembicaraan sewaktu tanya jawab sedang berlangsung. Untuk itu auditor perlu mampu membaca reaksi yang timbul dari auditan sehingga dapat turut membantu pencarian informasi yang akan diperoleh. Selanjutnya dalam proses wawancara selalu ada 2 (dua) pihak yang masing-masing mempunyai kedudukan yang berlainan, pihak yang satu dalam kedudukan Setelah memelajari resume ini diharapkan pembaca mampu melakukan teknik wawancara, presentasi, dan teknik komunikasi audit tertulis. Pihak pertama sebagai pencari informasi sedangkan pihak lain dalam kedudukannya sebagai pemberi materi informasi.
II. B. Fungsi Wawancara
Dalam audit komunikasi wawancara memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai metode primer. Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data atau metode utama dalam serangkaian metode pengumpulan data lainnya, maka metode wawancara memiliki ciri sebagai metode primer.
2. Sebagai metode pelengkap. Apabila wawancara digunakan sebagai alat untuk mencari informasi yang dapat diperoleh dengan cara lain, maka ia akan berfungsi sebagai metode pelengkap.
3. Sebagai kriterium. Apabila wawancara digunakan orang untuk tujuan menguji kebenaran dan kemantapan suatu yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti: observasi, daftar pertanyaan, pengujian, maka ia akan berfungsi sebagai kriterium.
II.C. Tujuan wawancara
Tahap wawancara biasanya dilakukan setelah penyeleksian surat-surat lamaran pekerjaan dan setelah tes-tes lain seperti tes IQ, kecerdasan, psikologi dan sebagainya. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa wawancara dilakukan secara langsung (walk-in interview) oleh pewawancara.
Wawancara dilakukan mencapai tujuan berikut:
- Membahas informasi yang diberikan narasumber dalam resume yang diberikannya untuk mengetahui secara lebih jauh tentang kualifikasi yang dimilikinya.
- Memeriksa keadaan sesungguhnya dari narasumber dari segi fisik, mental dan kehandalannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
Kadangkala wawancara tidak dilakukan satu kali, tetapi beberapa tahap, seperti wawancara penyaringan dan wawancara seleksi. Wawancara penyaringan biasanya dilakukan untuk memeriksa kebenaran informasi yang diberikan dalam resume. Biasanya merupakan tanya jawab singkat untuk menanyakan kebenaran kualifikasi dan bila mungkin diperiksa tentang kemungkinan kelebihan dan kekurangan kebijakan perusahaan menurut narasumber..
1. Wawancara memberikan kesempatan kepada pewawancara untuk memotivasi orang yang diwawancarai untuk menjawab dengan bebasa dan terbuka terhadap pertanyaa-pertanyaan yang diajukan.
2. Memungkinkan pewawancara untuk mengembangkan pertanyaanpertanyaan sesuai dengan situasi yang berkembang.
3. Pewawancara dapat menilai kebenaran jawaban yang diberikan dari gerak-gerik dan raut wajah orang yang diwawancarai.
4. Pewawancara dapat menanyakan kegiatan-kegiatan khusus yang tidak selalu terjadi.
II.E. Kekurangan teknik wawancara:
1. Proses wawancara membutuhkan waktu yang lama, sehingga secara relatif mahal dibandingkan dengan teknik yang lainnya.
2. Keberhasilan hasil wawancara sangat tergantung dari kepandaian pewawancara untuk melakukan hubungan antar manusia.
3. Wawancara tidak selalu tepat untuk kondisi-kondisi tenpat yang tertentu, misalnya di lokasi-lokasi yang ribut dan rmai.
4. Wawancara sangat menganggu kerja dari orang yang diwawancarai bila waktu yang dimilikinya sangat terbatas.
II.F. Tahap Wawancara
Dalam psikologi, wawancara digunakan sebagai salah satu metode asessmen dimana yang menjadi obyek perhatian disini adalah manusia. Manusia itu sendiri memiliki kebutuhan untuk dihargai, dipercaya, dimengerti, diperhatikan, dan kebutuhan-kebutuhan dasar lain(lelah, lapar, dll). Dalam hal ini sangatlah penting bagi seorang psikolog memahami struktur wawancara untuk membangun rapport (pendekatan) yang baik pada klien baik di awal, tengah, dan ahir. Struktur wawancara itu sendiri terbagi menjadi 3 tahapan besar, yaitu opening, the body (isi wawancara), dan closing.
1. Opening.
Dalam opening terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan membangun rapport dan tahapan orientasi. Tahapan membangun rapport merupakan suatu langkah awal yang apabila pada tahapan ini gagal maka informasi yang didapatkan akan kurang akurat. Pada tahap ini auditor mulai memperkenalkan diri, mengucapkan salam, melakukan aktivitas non verbal yang dapat membantu membangun rapport, melakukan percakapan umum dan ringan serta mulai menjajaki klien, yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini adalah perbedaan status antara auditor dan auditan, situasi wawancara dan tipe wawancara yang dimana kedudukannya harus diseimbangkan. Langkah kedua adalah orientasi dimana auditor mulai memberitahukan tujuan dilakukannya wawancara (klinis, riset, dll), durasi wawancara dan sifat wawancara (tertutup atau terbuka), tanggung jawab auditor untuk tetap menjaga kerahasiaan privasi auditan, manfaat yang didapatkan dari hasil wawancara yang diharapkan akan membuat auditan merasa penting untuk mengikuti wawancara dan latar belakang kedatangan auditan. Pada langkah kedua ini, auditor tetap harus dapat mempertahankan rapport yang baik pada auditan.
2. The Body.
Merupakan suatu tahapan dimana auditor telah masuk kedalam pokok masalah yang akan dibicarakan atau ditanyakan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Dalam tahapan ini, rapport tetap harus dibangun dan dipertahankan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah auditor mulai mengembangkan area penyelidikan, berusaha mengingat jawaban-jawaban yang diberikan auditan, berusaha mengenali jawaban mana yang relevan dan mana yang tidak , dan mulai menentukan pertanyaan lanjutan yang akan dikemukakan.
Adapun tahapan-tahapanya dari the body adalah :
- Topical sequence : pembagian sub topik
- Time sequence : urutan kronologis
- Space sequence : pembagian ruang
- Cause to Effect : sebab-akibat
- Problem solution sequence
3. Closing.
Merupakan tahap mengahiri suatu wawancara tetapi bukan berarti mengahiri hubungan kepada auditan karena suatu saat apabila terdapat suatu informasi yang dianggap kurang, maka auditor dapat sewaktu-waktu membuat janji untuk bertemu kembali dengan auditan. Dalam tahap ini, auditor menyimpulkan hasil dari pertemuan yang telah dilakukan dan tetap berusaha membangun dan mempertahankan rapport dengan auditan. Auditor tetap menunjukkan rasa pengharagaan dan rasa puasnya kepada auditan serta mendahulukan auditan untuk pergi meniggalkan tempat wawancara. Selanjutnya tugas auditan adalah merangkum semua hasil wawancara tersebut.
Berikut ini uraian bagaimana melakukan wawancara.
1. Pertanyaan Pembukaan.
Pada tahap permulaan dari wawancara hendaknya pertanyaan berkisar pada masalah yang netral dan ringan. Pertanyaan yang to the point dapat mengejutkan pihak yang diwawancarai, begitu pula pertanyaan yang terlalu berat. Hal ini dapat mengakibatkan pihak yang diwawancarai menjadi terkejut dengan sikap menarik diri, melawan atau bahkan menolak. Hal ini tentunya harus dihindari dalam suasana wawancara.
2. Gaya Bicara. Gaya bicara dalam wawancara hendaknya tersusun baik, jangan berbelit-belit.
3. Nada dan Irama.
Penggunaan kata-kata yang monoton, tidak ada nadanya dapat menimbulkan suasana yang membosankan dalam wawancara. Nada berfungsi agar orang yang kita wawancarai dalam keadaan “bangun” dan dapat mengisyaratkan bagian mana dari pembicaraan yang penting dan meminta perhatian yang lebih banyak. Selain nada, irama bicara juga dapat membantu dalam kelancaran wawancara. Jangan bicara terlalu lambat ataupun terlalu cepat sehingga kesannya mendapat pertanyaan yang bertubi-tubi yang dapat mengakibatkan pihak yang diwawancarai kurang memiliki kesempatan untuk menyelesaikan suatu jawaban secara lengkap.
4. Sikap Pewawancara.
Sikap pewawancara idealnya dapat menimbulkan suasana penuh keakraban, suasana yang bebas dan tidak kaku serta penuh kehangatan. Suasana ini tidak akan diperoleh bilamana:
a. Pewawancara bersikap sebagai seorang polisi yang menginterogasi seorang tertuduh.
b. Pewawancara bersikap sebagai seorang maha guru yang sedang memberikan ceramah.
c. Pewawancara bersikap kurang menghargai, kurang percaya atau berulang-ulang memberikan celaan terhadap jawaban yang kurang ia senangi.
5. Uraian dengan kata-kata sendiri (paraphrase).
Peranan pewawancara adalah harus dapat membentuk pihak yang diwawancarai agar dapat merumuskan keterangannya dalam kata-kata yang lebih tepat dan begitu juga pewawancara terhadap dirinya sendiri. Tetapi hal ini harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai mengubah hitam menjadi putih atau sebaliknya.
6. Mengadakan Penggalian (Probing).
Probing adalah penggalian yang lebih mendalam dari suatu wawancara. Hal ini dapat dilihat bilamana pihak yang diwawancarai telah memberikan pernyataan atau jawaban yang cukup jelas, akan tetapi pewawancara ingin mengetahui lebih dalam mengenai jawaban yang telah diberikan.
7. Membuat Catatan.
Buatlah catatan dari hasil wawancara yang diperoleh agar mendapatkan data yang seobyektif mungkin.
8. Menilai Jawaban.
Ketelitian dari pencatatan dan paraphrase tergantung kepada ketepatan penilaian pewawancara terhadap jawaban ataupun informasi yang diberikan pihak yang diwawancarai.
9. Terdapat 2 (dua) hal penting berkaitan dengan menilai jawaban:
a. Sikap phenomenologi, artinya: kesediaan untuk menanggalkan semua konsepsi awal (preconceptions), prasangka (prejudice), dan motif subyektif lainnya.
b. Sikap faktual, artinya: tidak terkurung oleh jalan pikiran (reasoning) sendiri serta tidak menarik kesimpulan tanpa dasar suatu fakta yang obyektif.
II.G. Faktor Pewawancara Dalam Proses Wawancara
Suasana psikologi antara pewawancara dan pihak pemberi keterangan perlu diperhatikan. Suasana psikologi dalam wawancara ditandai dengan suasana kerja sama yang baik, penuh persahabatan, ramah tamah, saling menghargai, saling mempercayai, merasa aman, nyaman dan merasa tidak terancam. Suasana ini penting diciptakan dalam suatu wawancara karena hanya dalam suasana seperti inilah informasi dapat diperoleh secara baik dan sesuai dengan tujuan wawancara. Dalam hal ini, tugas seseorang auditor tidak terbatas hanya untuk memeroleh informasi saja, tetapi juga mencari jalan ke arah pembentukan suatu wawancara yang sebaik-baiknya. Untuk dapat menciptakan suasana psikologi yang konduksif serta memeroleh informasi yang optimal, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara:
1. Penampilan pewawancara akan menimbulkan kesan baik atau buruknya pihak pewawancara dari pihak yang diwawancarai.
2. Pembicaraan pembukaan yang ramah tamah pada permulaan wawancara.
3. Kemukakan tujuan wawancara dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pihak yang diwawancarai dan kemukakan dengan segala kerendahan hati dan bersahabat.
4. Tariklah minatnya ke arah pokok-pokok persoalan yang akan ditanyakan. Menjaga pokok persoalan sangat penting dalam setiap wawancara agar dalam menggali informasi mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan hasil yang memuaskan. Seringkali dalam menjaga pokok persoalan ini diliputi perasaan rikuh kalau kebetulan ayng diwawancari pejabat atau mempunyai otoritas dalam hal tertentu. Serngkali untuk menjaga situasi ini ada anjuran pewawancara mengikuti apa yang dikatakan nara sumber. Meski harus mengikuti pembicaraan nara sumber diharapkan tidak lari dari pokok persoalan bahkan berusaha mempertajam pokok masalah, agar tetap mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Contohnya, untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang lingkungan kerja, pada awalnya memang bercerita tentang lingkungan kerja tetapi di tengah-tengah pembicaraan membelok ke arah lain dan menyimpang dari pokok persoalan. Kalau sudah demikian maka yang dilakukan segera mengembalikan inti persoalan
5. Timbulkan suasana yang bebas sehingga pihak yang diwawancarai tidak merasa tertekan, baik oleh pertanyaan yang diajukan maupun oleh suasana wawancara yang berlangsung. Secara sadar sering terbawa emosi, sehingga lupa sedang menghadapi nara sumber, karena itu dalam wawancara harus pandai-pandai memelihara situasi supaya mendapat informasi yang dibutuhkan dan jangan sampai terjebak ke dalam situasi perdebatan dengan nara sumber yang diwawancarai. Juga perlu dihindari situasi diskusi yang berkepanjangan atau bertindak berlebihan sampai menjurus ke arah interograsi apalagi menghakimi.
6. Pewawancara tidak boleh memerlihatkan sikap yang tergesa-gesa, sikap kurang menghargai jawaban atau sikap yang kurang percaya. Dalam wawancara seringkali berhadapan dengan nara sumber yang benar-benar pakar, tetapi tidak jarang yang dihadapi tidak menguasai persoalan. Namun demikian tidak perlu rendah diri atau merasa lebih tinggi dari nara sumber, seharusnya bisa mengimbangi atau mengangkatnya. Pewawancara juga harus bisa mencegah supaya narasumber tidak berceramah, karena itu persiapan menghadapi berbagai karakter ini sangat diperlukan.
Karena itu dalam persiapan wawancara ini diperlukan, menguasai materi, selain menguasai narasumber dan pandai-pandai membawakan diri agar tidak direndahkan. Apabila menghadapi narasumber yang tidak menguasai masalah bisa mengarahkan tetapi tanpa harus menggurui, sehingga bisa memahami persoalan yang akan digali
7. Berikan dorongan kepada pihak yang diwawancarai, yang dapat menimbulkan perasaan bahwa ia adalah orang yang penting dan diperlukan sekali dalam kerjasama serta bantuannya untuk memberikan informasi.
8. Tangkas menarik kesimpulan.
Pada saat wawancara berlangsung dituntut untuk secara setia mengikuti setiap jawaban yang diberikan nara sumber untuk menarik kesimpulan dengan tangkas. Dengan kesimpulan yang tepat wawancara terus bisa dilanjutkan secara lancar.
Salah satu sikap yang mendorong kesuksesan wawancara adalah sikap kritis. Sikap kritis perlu dikembangkan dalam wawancara agar mendapat informasi yang lebih terinci dan selengkap-lengkapnya. Untuk itu diperlukan kejelian dalam menangkap persoalan yang berkaitan dengan pokok pembicaraan yang sedang dikembangkan. Jeli dan kritis merupakan kaitan dengan kemampuan menangkap setiap kata dan kalimat yang disampaikan oleh nara sumber. Kekritisan tersebut tidak hanya menyangkut pokok persoalan, tetapi juga menangkap gerakan-gerakan yang diwawancarai. Berkait dengan pokok persoalan kalau kritis menangkapnya maka bisa meluruskan data bila nara sumber salah mengungkapkannya. Baik itu tentang angka, tempat kejadian dan sebagainya. Ini penting sebagai bahan untuk menuliskan laporan, sehingga benar-benar utuh dan penuh warna. Kalau perlu ketika narasumber sedang memberikan keterangan dalam keadaan gelisah, terus menerus mengepulkan asap rokok dan sebagainya, hal ini harus ditangkap sebagai isyarat yang bisa dituangkan dalam tulisan. Dengan demikian pembaca mendapat gambaran utuh dan laporan tidak kering.
II.H. Teknik Pertanyaan dalam Wawancara
a) Pertanyaan Terbuka (Open – Ended)
Pertanyaan terbuka menggambarkan pilihan bagi orang yang diwawancarai untuk merespons. Mereka terbuka dan bebas merespons. Respons dapat berupa dua kata atau dua paragraf.
Beberapa contoh pertanyaan terbuka:
- Bagaimana pendapat Anda tentang kondisi bisnis ke bisnis di peusahaan Anda ?
- Apa tujuan terpenting departemen Anda ?
- Gambarkan proses monitoring yang tersedia pada perusahaan ini ?
Wawancara Panduan untuk Dua Manajer Top Spesifik: X dan Y
1. Bila Anda harus membuat keputusan strategis, apa yang manajer anda gunakan?
2. Untuk jenis keputusan seperti apa yang akhirnya memebuat anda memerlukan informasi dari pihak lain?
3. Jenis informasi apa yang Anda butuhkan dari X untuk membuat keputusan-keputusan ini?
4. Berapa banyak berat atau nilai yang Anda lampirkan dari masukan mereka?
5. Apa peran komite pemasaran? Bagaimana Menurut Anda panitia menggunakan itu?
6. Siapa yang ada di komite pemasaran?
b) Pertanyaan Tertutup (Close – Ended)
Pertanyaan tertutup membatasi respons orang yang diwawancarai. Pertanyaan tertutup seperti dalam soal-soal pilihan ganda dalam ujian. Anda diberi suatu pertanyaan dengan lima jawaban, namun tidak punya kesempatan menulis tanggapan Anda sendiri. Jenis pertanyaan tertutup khusus lainnya ialah pertanyaan dua pilihan. Jenis pertanyaan ini membatasi orang yang ditanya karena hanya memungkinkan untuk memilih salah satu dari dua pilihan, seperti ya atau tidak, benar atau salah, setuju atau tidak setuju.
Beberapa contoh pertanyaan tertutup:
- Berapa lama dalam seminggu gudang informasi proyek diperbaharui?
- Rata-rata berapa kali panggilan yang diterima pusat panggilan setiap bulannya ?
- Dari sumber-sumber informasi berikut yang mana yang paling bermanfaat menurut Anda ?
Formulir keluhan konsumen
Interaksi tatap muka dengan konsumen
Barang yang dikembalikan konsumen
- Sebutkan dua prioritas utama Anda untuk meningkatkan infrastruktur teknologi.
Beberapa contoh pertanyaan dua-pilihan:
- Adakah Anda menggunakan web untuk menampilkan informasi bagi vendor ?
- Setuju atau tidak setuju Anda bahwa e-commerce tidak begitu aman?
- Apakah Anda ingin menerima salinan laporan keuangan Anda setiap bulan ?
Contoh pertanyaan wawancara eksplorasi Panduan
1. [Auditor: Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan wawancara.]
2. Mengidentifikasi nama dan jabatan yang diwawancara.
3. Jelaskan posisi Anda dalam organisasi.
a. Apa tanggung jawab dan tugas utama Anda?
b. Dengan siapa atau dengan apa posisi Anda secara teratur berkomunikasi?
c. Faktor apa cenderung untuk memfasilitasi efektivitas Anda pada pekerjaan? Tolong beri saya contoh.
d. Apa, jika ada, menghambat efektivitas Anda?
4. Jelaskan cara keputusan dibuat dalam organisasi Anda.
a. Keputusan apa yang biasanya Anda buat?
b. Informasi apa yang Anda butuhkan untuk membuat keputusan-keputusan ini?
c. Apakah kebijakan formal maupun informal yang menentukan bagaimana Anda bisa
mendapatkan informasi?
Contoh Pertanyaan Wawancara untuk Manajer atau Pimpinan
Pertanyaan untuk Semua Manajer
1. Berapa banyak masukan yang Anda miliki dalam keputusan-keputusan yang dibuat oleh manajemen atas?
2. Dalam jenis situasi seperti apa masukan Anda menjadi perlu atau penting?
3. Informasi apa yang Anda diperlukan untuk membuat keputusan organisasi?
4. Seberapa pentingkah pertemuan manajerial? Mengapa?
5. Berapa banyak pertemuan manajerial?
6. Berapa banyak orang yang harus hadir? Apakah itu cukup?
Pertanyaan untuk Semua Manajer tentang Saran dan Kinerja
7. Apa yang Anda katakan atau lakukan ketika Anda tidak puas dengan kinerja bawahan Anda sehari-hari? Dapatkah anda memberikan contoh? Seberapa sering Anda melakukan ini?
8. Apa yang Anda katakan atau lakukan ketika Anda sudah puas dengan kinerja bawahan Anda sehari-hari?
9. Apakah Anda menggunakan kriteria tertentu dalam menilai tingkat kinerja mereka?
10. Apakah karyawan Anda menyadari kriteria ini? Bagaimana mereka sadar (misalnya, umpan balik, deskripsi pekerjaan, "kerja" kontrak)?
11. Apakah Anda melakukan review kinerja tahunan dengan bawahan Anda? Kriteria apa yang digunakan?
12. Apakah kriteria yang digunakan dalam review kinerja tahunan cocok dengan kriteria yang Anda gunakan sehari-hari?
Biasanya, setiap pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya-tidak atau setuju-tidak setuju responnya ditutup. Jadi, semua pertanyaan berbentuk pilihan ganda. Meskipun pertanyaan tertutup analitis berguna untuk mengklasifikasikan jawaban di kuesioner, namun kurang berguna dalam wawancara, dimana tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dan untuk mengidentifikasi berbagai tanggapan dalam organisasi. Dalam arti, tahap pertama wawancara adalah seperti sebuah ekspedisi memancing, sebagai auditor ini berguna untuk informasi awal yang dapat "ditangkap". Pertanyaan terbuka sangat cocok untuk tujuan ini karena mereka membantu auditor menemukan prioritas karyawan, frame acuan, kedalaman pengetahuan, dan persepsi yang tidak terstruktur oleh situasi. Selain itu, mereka memberi responden kebebasan dalam penataan jawaban dan bahkan izin beberapa katarsis sebagai saham karyawan. Yang paling penting di sini adalah fakta bahwa pertanyaan terbuka memungkinkan responden untuk mengidentifikasi daerah yang paling penting bagi mereka. Pertanyaan tertutup, di sisi lain, memang memiliki tempat dalam sebuah proses wawancara. Ketika meminta jawaban yang sangat spesifik dalam format yang ditentukan, mereka dapat menghemat waktu dan jawaban aman yang dapat diklasifikasikan tanpa memerlukan penjelasan. Salah satu teknik yang efektif adalah untuk mendapatkan yang diwawancarai berkomitmen untuk berpendapat dan kemudian mengajukan pertanyaan terbuka sebagai tindak lanjut sehingga ia harus menjelaskan jawabannya.
II. I . Struktur Wawancara
Mengatur pertanyaan pada panduan wawancara sama dengan mengembangkan sebuah struktur untuk wawancara. Kadang-kadang, penempatan atau urutan pertanyaan membuat perbedaan dalam cara responden menjawab mereka. Petunjuk berikut ini adalah berguna untuk memikirkan tentang struktur itu.
Mulailah Setiap Wawancara dengan Orientasi/Pengenalan
semua orang menghargai gambaran yang telah dijelaskan sebagai apa yang telah auditor capai. Sebuah orientasi yang baik bisa menjadi motivator yang kuat untuk berpartisipasi. Pada dasarnya, pedoman wawancara harus mencakup hal-hal berikut.
Pertama, membuat perkenalan pribadi. Auditor harus melakukan yang terbaik untuk membangun kredibilitas dari awal. Auditor harus membicarakan tentang proses bahkan jika pemeriksaan tersebut telah disosialisasikan dengan baik; seseorang tidak bisa berasumsi bahwa semua karyawan telah menerima informasi atau menaruh perhatian pada publisitas.
Kedua, menggambarkan tujuan umum audit. Karyawan sering curiga atau takut mengapa auditor yang mengumpulkan informasi. Auditor juga memiliki kesempatan untuk membiarkan orang yang diwawancarai tahu betapa pentingnya partisipasi mereka dalam hal efeknya terhadap audit.
Ketiga, menjamin kerahasiaan narasumber. Auditor harus meyakinkan responden bahwa tidak akan melaporkan informasi tentang narasumbernya.
Keempat, Memlih narasumber yang tepat.
Kelima, menjelaskan secara singkat bagaimana wawancara akan dilakukan Menetapkan batasan waku proses wawancara adalah salah satunya
Keenam, memberikan informasi dari kegunaan data hasil wawancara untuk digunakan sebagai penunjang pengefektifan organisasi.
Beberapa struktur dalam wawancara
a) Struktur Piramid
Dengan menggunakan bentuk ini, penanya mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan mendetail, biasanya berupa pertanyaan tertutup. Kemudian penanya memperluas topik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan membuka respons-respons yang lebih umum.
Contoh:
- Apakah Anda mempertimbangkan metode-metode lain untuk meningkatkan keamanan data-data perusahaan ?
- Umumnya, bagaimana perasaan Anda tantang keamanan data terhadap pentingya akses internet di Perusahaan ini?
b) Struktur Corong
Struktur ini memulai wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan umum dan terbuka, lalu membatasi respons dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang lebih mendetail dan tertutup.
Contoh:
- Bagaimana reaksi Anda terhadap pencarian berbasis Web yang baru di perusahaan ini?
- Departeman mana yang akan mengimplemantasikannya ?
c) Struktur Berbentuk Wajik
Struktur ini harus dimulai dengan suatu cara khusus, kemudian menentukan hal-hal yang umum, dan akhirnya mengarah pada kesimpulan yang sangat spesifik.
Contoh:
- Sebutkan lima jenis informasi yang dibawa layanan penggunaan website perusahaan ini secara gratis seperti yang Anda gunakan.
- Sebutkan kegiatan-kegiatan promosional yang Anda buat fiturnya di website untuk layanan ini.
Rujukan Web diakses 6 November 2010
www.infojawa.org/modules/.../download.php?...Teknik%20Wawancara –
Tidak ada komentar:
Posting Komentar