Kamis, 17 Maret 2011

Komunikasi Kelompok - Komposisi dan Struktur Kelompok



LANDASAN TEORI

II.A. Stodgill dan DeLamater 1981
            Mendefinisikan kelompok sebagai suatu sistem interaksi terbuka dimana tindakan-tindakan menentukan struktur sistem dan menghasilkan efek yang setara terhadap identitas sistem. DeLamater mengemukakan bahwa definisi komperhensif dari kelompok dapat diformulasikan dalam kaitannya dengan beberapa hal: perkembangan ikatan afeksi, perkembangan peran

KOMPOSISI DAN STRUKTUR KELOMPOK
III.A. Komposisi Kelompok
            Orang-orang yang membentuk kelompok bisa saja mirip atau berbeda satu sama lain dalam berbagai hal. Individu beragam dalam hal kepribadian, sikap, gaya berperilaku, kemampuan, dan sebagainya. Pendekatan paling umum terhadap homogenitas-heterogenitas komposisi kelompok adalah suatu perbandingan sederhana terhadap kelompok homogen dan heterogen.

III.B. Struktur Kelompok

            Struktur kelompok adalah pola interaksi yang stabil antara anggota kelompok, yang berkaitan dengan bentuk pengelompokan, bentuk hubungan, perbedaan kedudukan antaranggota, pembagian tugas dan sebagainya. Kelompok juga berfungi dan terbentuk dari interaksi antar anggotanya. Kelompok juga dapat disebut sebagai jaringan kerja dari hubungan antar manusia dan sebuah kelompok hanya akan efektif jika kerjasama yang dilakukan antar anggota kelompok tersebut efektif. Ketika dua atau lebih individu bergabung untuk mencapai suatu tujuan, disaat itulah struktur kelompok berkembang. Namun norma-norma yang berkembang didalamnya berbeda-beda. Interaksi yang terjadi antara anggota kelompok terbentuk dari peran-peran kelompok atau aturan-aturan dan norma-norma yang ada di dalam kelompok. Bahasan utama dalam perkembangan struktur kelompok adalah norma, peranan dan hubungan antar anggota kelompok itu sendiri.
III.C. Ukuran Kelompok
            Ukuran kelompok mempunyai konsekuensi penting terhadap hasil pembuatan keputusan. Semakin besar ukuran kelompok, semakin sulit komunikasi yang terjadi. Kesempatan setiap anggota untuk ikut berperan semakin menurun, dan kemungkinan diskusi akan dikuasai oleh beberapa individu semakin meningkat ( Hackman dan Vidmar, 1970 ). Kemungkinan terbentuknya subkelompok dengan tujuan yang berbeda akan semakin meningkat dengan semakin membesarnya ukuran kelompok, terutama jika anggota kelompok genap.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan kelompok, bukan tergantung dari jumlah kelompok. Pada kelompok koaktif, jumlah anggota berkolerasi positif dengan pelaksanaan tugas; yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan.
  • Contoh, bila satu orang dapat mengangkat setumpuk kayu bakar dalam 10 jam, maka 10 orang dapat menyelesaikannya hanya dalam 1 jam
 Dalam kelompok kecil, kelompok adalah sekumpulan perorangan, jumahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima. Yang penting untuk diingat adalah bahwa setiap anggota harus berfungsi sebagai sumber maupun penerima dengan relatif mudah.
Dalam kelompok besar, partisipasi akan makin memusat pada orang yang memberikan kontribusi terbanyak. Komunikasi akan lebih tersentralkan pada orang-orang tertentu. Jumlah orang yang tidak memberikan kontribusinya, akan makin bertambah dengan bertambahnya jumlah anggota. Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat alur transaksional.

            Bila ada tiga orang berkomunikasi, akan terjadi tiga alur transaksional: (AB,BA), (BC,CB), dan (AC,CA). Berapa kemungkinan alur transaksional satu kelompok yang terdiri atas 9 anggota, kita dapat menghitungnya dengan rumus:
N/2 (N-1)
N = jumlah anggota
Bila N = 9, maka kita akan memperoleh 9/2 (9-1) atau 36 alur transaksional. Pada 20 orang, kemungkinan alur transaksional melonjak menjadi 190.
            Apa artinya angka angka itu ? Makin banyak jumlah angota, makin sedikit tersedia peluang untuk berinteraksi dengan anggota lainnya dalam jarak waktu tertentu. Akibatnya, sejumlah orang tidak mendapat kesempatan berinteraksi. Dalam hubungannya dengan kepuasan , Hare dan Slater menunjukkan bahwa semakin besar ukuran kelompok, makin berkurang kepuasan anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia.
III.D. Kohesivitas Kelompok
Sebuah kelompok, seperti makhluk hidup yang lain, terus berkembang dari waktu ke waktu. Dalam satu kelompok mungkin dimulai dari sekumpulan orang asing yang tidak saling mengenal, tetapi seiring waktu, secara tiba-tiba kelompok tersebut memberikan sebuah kohesifitas sehingga anggota-anggotanya menjadi sebuah kelompok sosial yang erat. Secara intuitif kita dapat membedakan antara kelompok yang kohesif dan kelompok yang tidak kohesif. Kelompok yang kohesif merupakan satu kesatuan. Anggota-anggotanya menikmati interaksi antar mereka, dan mereka tetap bersatu dan bertahan dalam waktu yang lama.
Kohesivitas adalah mengenai penyatuan kekuatan. Kebanyakan para sarjana mencari konsep tentang kohesifitas, kembali pada teori Kurt Lewin, Leon Festinger, dan kolega-kolega mereka di Research Center of Group Dynamics. Lewin, pada tahun 1943, menggunakan istilah cohesive untuk menggambarkan sebuah kekuatan yang menjaga kelompok agar tetap utuh dengan cara menjaga kesatuan anggota-aggotanya. Festinger mendefinisikan kohesivitas sebagai total dari sebuah kekuatan yang berada pada anggota-anggota kelompok yang tetap bertahan pada kelompok tersebut (Festinger, Schachter, & Back, 1950, p.164). Konsep ini menggambarkan konsep kohesivitas secara fisik, dimana didefinisikan sebagai kekuatan dari “daya tarik molekul” yang menjaga agar partikel-partikel tetap bersatu. Aplikasinya pada sebuah kelompok, kohesivitas adalah kekuatan dari pemersatu yang menghubungkan anggota kelompok secara individual dengan anggota yang lain dalam satu kelompok secara keseluruhan.
Kohesivitas adalah sebuah kesatuan kelompok. Orang-orang yang bekerja dalam film Snow White merasa bahwa mereka merupakan orang-orang yang terbaik di dunia, dan mereka yakin mereka dapat meraih tujuannya. Mereka menggambarkan kelompok sebagai keluarga, tim, dan komunitas. Banyak teori-teori yang menjelaskan hal tersebut sebagai “belongingness” atau “we-ness”, yang merupakan esensi dari kohesivitas kelompok. Anggota-anggota dalam kelompok yang kohesif memberikan rasa kebersamaan yang tinggi kepada kelompoknya, dan mereka sadar bahwa terdapat persamaan antar anggota dalam kelompok. Individu dalam kelompok yang kohesif—dimana kohesivitas diartikan sebagai perasaan kuat dari sebuah keberadaan komunitas yang terintregasi – akan lebih efektif dalam kelompok, lebih bersemangat, dalam menghadapi masalah-masalah sosial maupun interpersonal.
Kohesivitas merupakan sebuah ketertarikan. Beberapa teori mempertimbangkan kohesivitas sebagai sebuah ketertarikan personal (Lott & Lott, 1965). Pada level individu, anggota dalam kelompok yang kohesif saling menyukai satu sama lain. Contohnya, pada para pegawai di studio Disney, anggota-anggota kelompok tersebut menjadi teman dekat, dalam beberapa waktu kemudian mereka mendapatkan beberapa koneksi di luar kelompok mereka. Dalam level kelompok, anggota-anggota kelompok tertarik pada kelompok itu sendiri. Anggota kelompok mungkin bukan merupakan teman, tetapi mereka mempunyai pandangan positif terhadap kelompoknya. Michael Hogg membedakan antara ketertarikan personal dan ketertarikan sosial. Jika antar anggota menyukai satu sama lain, maka disebut sebagai ketertarikan personal, bukan kohesivitas kelompok. Sedangkan, kohesivitas kelompok mengarah pada ketertarikan sosial, yaitu saling menyukai antar anggota dalam satu kelompok berdasar pada status sebagai anggota kelompok tersebut
Kohesivitas adalah teamwork. Banyak teori menyatakan bahwa kohesi harus dilakukan bersama dengan keinginan para anggotanya untuk bekerja sama mencapai tujuan. Sehingga, kelompok yang dikatakan kohesif ditandai dengan considerable interdependence of members, stabilitas antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab dari hasil usaha kelompok, absent yang berkurang, dan tahan terhadap gangguan (Widmeyer, Brawley, & Carron, 1992).
Kohesivitas adalah multidimensional. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 6-1, dinamika kelompok yang berbeda telah mengkonsep kohesivitas dalam beberapa cara. Kenneth Dion yakin bahwa kohesivitas adalah konstruk multidimensional. Membentuk kekuatan sosial, rasa untuk bersatu, ketertarikan antar anggota dan kelompok itu sendiri, dan kemampuan kelompok untuk bekerja sebagai tim merupakan semua komponen dari kohesivitas, tetapi kelompok yang kohesif mungkin tidak memiliki seluruh (lengkap) kualitas ini. Sehingga, tidak ada kelompok yang benar-benar kohesif. Suatu kelompok mungkin menjadi kohesif karena anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain, dan berbeda dengan kelompok lain yang menjadi kohesif karena setiap anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok.
III. E. Homogenitas dan Heterogenitas Kelompok
            Komposisi kelompok adalah suatu perbandingan sederhana terhadap kelompok homogen dan heterogen, dimana homogen dikaitkan dengan karakteristik tunggal. Contohnya kelompok yang terdiri dari orang yang berjenis kelamin sama dibandingan dengan kelompok mixed sex, dan sebagainya. Homogenitas-heterogenitas dapat muncul dalam hal; trait, kemampuan jenis kelamin, ras, sistem konseptual, dan profil. (Shaw,1981).
            Beberapa peneliti telah mempelajari taraf homogenitas-heterogenitas anggota kelompok dalam hal:
1.      Karakteristik personal
2.      Kemampuan dan keterampilan
Haytrhon (dalam Johnson dan Johnson,1997) menemukan bukti yang menhubungkan keanekaragaman antar kelompok dalam hal karakteristik kepribadian dan cohesion.Ia menyimpulkan bahwa efek homogenitas-heterogenitas terhadap cohesion tergantung jumlah faktor. Termasuk karakteristik kepribadian dan keluasan kontak interpersonal. Bukti juga menunjukkan bahwa anggota-anggota kelompok cenderung menjadi mirip dalam sikap mereka sejalan dengan interaksi yang terjadi di antara mereka (Newcomb dalam ohnson dan Johnson,1997).
            Heterogenitas anggota kelompok dapat meningkatkan argumentasi dan konlik, meskipun demikian hal ini menguntungkan dalam kondisi masyarakat seperti sekarang. Homogenitas juga tidak selalu menguntungkan, terdapat sejumlah kerugian pada kelompok yang anggotanya homogen. Menurut Bantel dan Jackson kelompok yang homogen cenderung untuk risk avodiant. Janis menyatakan kelompok homogen lebih sering terlibat dalam group think. Dan dalam kelompok yang homogen juga cenderung bermasalah dalam beradaptasi dengan perubahan kondisi.
            Peter Blau menyatakan bahwa semakin heterogen suatu kelompok maka semakin besar kecenderungan anggota kelompok untuk berinteraksi dengan anggota dari kelompok lain. Contohnya, perguruan tinggi yang menerima mahasiswa dari etnis yang beragam dan dari latar belakang geografis yang beragam akan meningkatkan kontak intergroup daripada perguruan tinggi yang hanya menerima mahasiswa dari tipe sosial tertentu.
            Berdasarkan uraian diatas maka disimpulkan bahwa suatu kelompok dikatakan homogen jika anggota-anggotanya memiliki ciri karakteristik atau ciri-ciri yang sama atau mirip, sedangkan suatu kelompok dikatakan heterogen jika anggota-anggotanya memiliki ciri karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda. Karakteristik atau ciri-ciri yang sama, mirip ataupun berbeda dapat berupa karakteristik personal (seperti karakteristik demografi, yaitu usia, jenis kelamin, etnis, agama, dan lain sebagainya ) ataupun berupa kemampuan keterampilan. Suatu kelompok dapat dikatakan homogen atau heterogen tergantung dari karakteristik apa yang digunakan untuk menilainya.

III. F Peran Kelompok

            Pengertian peran dalam kelompok ialah rangkaian perilaku yang mengkarakteristikkan individu dalam suatu konteks sosial tertentu. Struktur formal yang ada dalam suatu kelompok yang membedakan antara satu posisi dengan posisi lain. Harapan-harapan yang mendfinisikan perilaku-perilaku yang harus dilakukan oleh suatu jabatan atau posisi dalam hubungannya dengan posisi lain yang berhubungan.                                        
            Peran di dalam sebuah kelompok akan membentuk struktur perilaku seseorang dengan cara mendektekan “bagian” dari perilaku tersebut yang kemudian mereka gunakan dalam berinteraksi. Penggunaan suatu peran dalam anggota kelompok membuat mereka cenderung untuk berperilaku dan berinteraksi dengan anggota kelompok yang lainnya. Anggota kelompok mempunyai banyak kesempatan untuk berunding ketika mereka menggunakan peran yang berbeda. Anggota kelompok yang ingin memberikan pengaruhnya terhadap anggota kelompok yang lain, mungkin akan mencari peran sebagai pimpinan dalam kelompok, sedangkan anggota yang lebih ”low profile” biasanya akan mencari peran sebagai ”pengikut”(Callero,1994).
            Di dalam kelompok sosial, peran tidak sepenuhnya dapat membentuk perilaku anggota kelompok. Seseorang dapat melakukan peran dengan cara yang dia miliki sendiri, selama hal itu tidak menyimpang dari persyaratan dasar peran, maka kelompok itu masih memberikan toleransi. Ketika seseorang secara berulang kali menjalankan perannya dalam kelompok maka kelompok akan menggantikannya. Dan ketika pemegang peran itu pergi, peran itu akan tetap ada dan akan diisi oleh anggota baru (Hare, 1994; Stryker & Statham, 1985)
 
            Suatu kelompok akan meningkatkan peran baru untuk meningkatkan efisiensi kelompoknya. Saat sebuah kelompok tidak dapat menciptakan struktur kelompok yang formal, mungkin kelompok tersebut akan menciptakan struktur kelompok informal dalam meningkatkanefisiensi kelompoknya. Proses diferensiasi seringkali muncul pada kelompok-kelompok yang sedang menghadapi masalah-masalah sulit daripada kelompok-kelompok yang jarang menghadapi situasi yang sulit seperti itu. Diferensiasi peran merupakan suatu perkembangan dari peran-peran yang berbeda dari setiap anggota  kelompok tertentu.
            Kecenderungan untuk menggolongkan dan mengembangkan peran-peran kelompok dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, selain itu juga harus memastikan apakah kebutuhan sosialemosional dan kebutuhan interpersonal anggota kelompoknya telah terpenuhi. Hal ini didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Kenneth D. Benne dan Paul Sheats (1948) di National Training Laboratories (NTL). Benne dan Sheats menyimpulkan bahwa sebuah kelompok untuk dapat bertahan harus memenuhi 2 permintaan dasar diantaranya :
            1. Setiap kelompok harus memenuhi tugas-tugasnya.
            2. Harus menjaga hubungan antar anggota
Hasil studi Benne dan Sheats menyimpulakan ada tiga tipe peran, yaitu:
1.       Task
suatu posisi dalam kelompok, dimana individu yang memiliki peran ini akan menampilkan performan yang berorientasi pada tujuan, fokus kepada tugas (misal : coordinator, initiator, contributor, information and opinion giver, evaluator)
2.      Socioemotioanal
suatu posisi dalam kelompok, dimana individu menampilkan performan yang supportif dan membangun (misal : conflict mediator, compromizer, encourager)
3.      Individualistic Posisi dimana individu memberikan kontribusi yang sedikit dan bergantung pada individu lain dalam kelompok (misal : aggressor, blocker, dominator,helpseeker.

  Setiap anggota kelompok memliki peran dan fungsi masing-masing sesai dengan tipenya.Misalnya:
1.      Task Role
a. Inisiator / Kontributor Menawarkan ide-ide baru dalam penyelesaian masalah, pendekatan baru untuk masalah atau solusi-solusi yang belum dipertimbangkan
b. Pencari Informasi Mendapatkan fakta-fakta dengan mencari informasi mengenai latar belakang orang lain
c. Pencari Opini Mencari lebih banyak data tipe kualitatif, seperti sikap, nilai dan perasaan
d.Pemberi Informasi Membentuk keputusan untuk menghasilkan sebuah data, termasuk fakta-fakta yang datang dari para ahli
e. Pemberi Opini Menghasilkan opini-opini, nilai-nilai, perasaan
f. Elaborator Memberikan informasi tambahan, contoh : pernyataan, implikasi tentang inti yang dibuat oleh orang lain
g. Koordinator Menunjukkan relevansi tiap-tiap ide dan hubungannya dengan keseluruhan masalah
h. Orienter Memfokuskan kembali diskusi pada topik yang dibutuhkan
i. Evaluator / Kritik Menilai kualitas dari metode-metode, logika dan hasil dari kelompok
j. Energizer Menstimulasi kelompok untuk melanjutkan pekerjaan saat diskusi terhenti
h. eknisi Prosedural Mempertahankan detil-detil operasional, seperti material-material dan permesinan
i. Perekam Mencatat dan merekam
2.      Socioemotional Rolesi
a. Encourager Memberi penghargaan pada orang lain melalui persetujuan, keramahan dan pujian
b. Harmonizer Sebagai penengah konflik antar anggota kelompok
c. Compromiser Mengubah posisi isu mengurangi koflik dalam kelompok
d. Gatekeeper & Expediter Komunikasi yang halus dengan cara mengatur proesedur dan memastikan adanya partisipasi dari para anggota
e. Standart Setter Menyatakan standar untuk evaluasi kualitas dalam kelompok
f. Pengamat Kelompok/Komentator Menunjukkan aspek-aspek negatif dan positif dari dinamika kelompok dan diminta untuk mengubahnya jika perlu
g. Pengikut
Menerima ide-ide yang ditawarkan oleh orang lain dan menjadi pendengar untuk kelompoknya
3.      Individualistic Roles
      Aggresor Menyatakan penolakan atas tindakan, ide-ide, perasaan-perasaan orang lain; menyerang kelompok.
a.   Block Negativistik, menahan diri dari pengaruh kelompok; menentang kelompok.
b.   Dominator , mempertahankan otoritas/superioritas; manipulatif
c.   Evader & Self-Confessor, menunjukkan ketertarikan personal, perasaan-perasaan, opini-opini yang berhubungan dengan tujuan kelompok.
d.   Help Seeker menunjukkan rasa tidak aman, kebingungan dan self-deprecation
Recognition Seeker Meminta perhatian untuk dirinya sendiri; self-aggrandizing
Playboy/Girl Tidak terlibat dalam kelompok; sinis, bersikap masa bodoh
Special Interest Pleader Menjauhkan diri dari kelompok dengan bertindak sebagai perwakilan dari kelompok atau kategori sosial lainnya.                                        
III. Status Kelompok
            Status adalah posisi yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota oleh orang lain. Status ada yang formal dan informal. Status mempengaruhi kekuatan norma dan tekanan di dalam kelompok.
1) Status dan norma
Status mempunyai beberapa pengaruh yang menarik terhadap kekuatan norma dan tekanan untuk penyesuaian. Misalnya anggota berstatus tinggi pada kelompok sering diberi lebih banyak kebebasan untuk menyimpang dari norma dibandingkan anggota kelompok yang lain.
2) Kesetaraan Status
Penting bagi anggota kelompok untuk menyakini bahwa hierarki status itu setara. Jika dipersepsikan adanya kesetaraan terciptalah ketidakseimbangan yang terjadi dalam berbagai jenis perilaku korektif.
3) Status dan Budaya
Perbedaan budaya akan mempengaruhi status, oleh sebab itu penting adanya status yang bervariasi di antara berbagai budaya.
4) Ukuran
Ukuran kelompok dapat mempengaruhi perilaku keseluruhan kelompok tetapi efeknya tergantung pada variable yang diperhatikan.
            Manusia menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan posisi dalam kelompoknya. Secara manusiawi manusia lebih cenderung untuk mendapatkan status yang tinggi di dalam kelompoknya. Cara-cara tersebut diantaranya :
a.Status Hierarchies (Hirarki Status)
Dalam hubungan antar anggota terdapat hirarki status. Terdapat didalam hirarki status, hubungan antar status (hubungan kewibawaan/kekuasaan) yaitu pembagian kekuasaan yang stabil dalam kelompok.
b.Claiming
            Manusia jarang secara terang-terangan satu sama lain dalam mengisyaratkan status mereka, tetapi mereka menggunakan semacam isyarat nonverbal seperti berjabat tangan, menatap mata tanpa ragu, bersikap rileks namun tenang, atau memasang muka tanpa senyum untuk membuat orang lain tahu bahwa mereka harus respek / menghormati (Leffler, Gillespie, & Conaty, 1982). Dalam instansi, orang bersaing satu sama lain untuk mendapatkan status dalam kelompok. Individu yang berbicara lancar tanpa ragu-ragu, memberi saran pada orang,dan mengkonfirmasikan pernyataan orang seringkali lebih berpengaruh daripada individu yang menampakkan tanda-tanda submisif.
            Orang-orang juga menggunakan bahasa verbal untuk menunjukkan status dan otoritas mereka. Orang yang menginginkan orang lain respek terhadapnya tidak jarang berinisiatif untuk membuka perbincangan dan mengarahkan topik diskusi menuju area dari kompetensi mereka.
            Dalam suatu kelompok belajar, sebagai contoh; anggota kelompok yang memiliki status tinggi dalam berpendapat mugkin akan berkata ” aku sudah belajar teori ini sebelumnya,”. ” aku bisa memperlihatkan keahlian itu secara keseluruhan” , atau ” aku berpikir lebih penting kita belajar melalui catatan saat ceramah kuliah daripada belajar dari buku bacaan”. Anggota yang berstatus rendah, mereka cenderung meratap/merendah misalnya berkata ” aku selalu kesulitan dalam mengerti materi ini” atau ” aku tidak yakin aku sudah memahami materi itu”.
c.Perceiving Status
 individu mencoba berusaha akan menjadi nihil jika kelompoknya menolak klaimnya. Expectation-states theory, dikembangkan oleh Joseph Berger dan koleganya, memberi suatu detil analisis dari benturan dari pengharapan anggota kelompok dalam proses mengorganisir status. Teori ini berasumsi bahwa perbedaan status adalah lebih seperti untuk dikembangkan ketika anggota bekerja secara kolektif dalam suatu hal dimana mereka merasa sangat penting karena kelompok berharap hal tersebut dapat berhasil menyelesaikan proyek, anggota kelompok secara intuitif membuat catatan karakteristik status antara satu dengan yang lainnya (kualitas personal yang mereka pikirkan adalah indikasi dari kecakapan / kepandaian dan pengaruh seseorang).                                                                                                                     Hal tersebut memiliki urutan karakteristik status yang identifikasinya implisit dan kemudian diizinkan untuk menunjukkan urutan yang lebih dan aksi kelompok yang berganti-ganti untuk memperoleh hasil terbaik dan panduan bagi kelompok untuk mempengaruhi anggotanya dengan mengevaluasi ide mereka, dan sebagai usaha untuk menolak pengaruh  dari anggota lainnya.                                                                                                                                 Peneliti memiliki banyak penjelasan atas prediktor individual dari expectations-states theory dengan evaluasi yang positif mengenai karakteristik status yang spesifik dan status yang tidak jelas biasanya memberikan memberikan otoritas lebih daripada mereka yang tidak mempunyai status kualifikasi jaringan (Berger & Zelditch, 1985; Ridgeway & Walker, 1995; Wagner & Berger, 1993; Wilke, 1996). Orang yang membayar lebih diizinkan untuk memakai lebih banyak pengaruhnya daripada orang yang hanya dapat membayar sedikit (Harrod, 1980; Steward & Moore, 1992).
d.Ketidaksetaraan Alokasi Status                                                                               Individu yang patut mendapatkan status tidak selalu memperoleh status dari kelompoknya sendiri (Schneider & Cook, 1995). Ketika generalisasi status muncul, anggota kelompok membiarkan karakteristik yang tidak relevan seperti ras, usia, atau latar belakang etnik mempengaruhi alokasi prestice (nilai sseorang/kebanggaan). Generalisasi status menjelaskan kenapa wanita dan orang Afrika-Amerika memperoleh status dan otoritas yang minim, dalam kelompok daripada kelompok Anglo-Amerika dan laki-laki. Walaupun perubahan berkembang pada jenis kelamin dan tingkah laku rasis dalam pergaulan masyarakat, stereotipikal bias tetap ada dalam masyarakat (Nielsen, 1990).
            III. H. Norma Kelompok
a.                   Pengertian Norma                                                                                                                  Kata bahasa Indonesia ”norma” secara kebetulan persis sama bentuknya seperti bahasa Latin. Konon, dalam bahasa Latin arti yang pertama adalah : siku-siku yang dipakai oleh tukang kayu untuk mencek apakah benda yang dikerjakannya sungguh-sungguh lurus. Dengan demikian norma dapat kita artikan sebagai kaidah atau tolok ukur yang kita gunakan dalam menilai sesuatu (Bertens, 2002). Norma juga diartikan sebagai sebuah elemen fundamental dari sebuah struktur grup, untuk mereka memberikan petunjuk dan motivasi, mengorganisir interaksi sosial, dan membuat respon orang lain bisa diprediksi dan berharga. Selain itu norma dapat pula diartikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur perilaku manusia supaya tertib.                                                                                                                                                          Norma kelompok merupakan salah satu bentuk norma sosial. Dimana norma merupakan peraturan, baik implisit maupun eksplisit, yang disusun atau dibentuk kelompok untuk mengatur perilaku anggotanya. Norma mengatur bagaimana anggota kelompok harus berperilaku dan apa yang tidak boleh dilakukan pada situasi tertentu. Norma suatu kelompok adalah kepercayaan kelompok mengenai perilaku yang baik, persepsi dan perilaku anggotanya.
            Norma memiliki beragam bentuk atau jenis, misalnya norma yang digunakan untuk menilai benda dan norma sosial atau norma yang menyangkut tingkah laku manusia. Norma yang digunakan untuk menilai benda misalnya adalah kaidah-kaidah yang dipakai oleh seorang teknisi untuk mengukur kelayakan suatu alat. Sedangkan norma mengenai tingkah laku manusia, dibagi menjadi dua macam, yaitu : norma khusus dan norma umum (Bertens, 2002).
Beberapa norma dideskripsikan sebagai perilaku yang biasa ditampilkan atau adat kebiasaan. Norma dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
            1.Norma Deskriptif                                                                                                                 Norma Deskriptif diartikan sebagai hal-hal yang dilakukan, dirasakan atau dipikirkan sebagian besar orang dalam situasi tertentu.                                                                                                                                                  2. Norma Injungtif atau Norma Preskriptif                                                                              Norma preskriptif menjelaskan tentang serangkaian perilaku yang harus dilakukan seseorang. Orang yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma ini bisa dianggap tidak normal, dan bagi mereka yang melanggar akan dicap ”bersalah” dan akan mendapatkan hukuman dari anggota yang lain. Norma ini bersifat lebih evaluatif.
            Dalam struktur kelompok norma merupakan elemen yang fundamental. Norma digunakan untuk memberi tujuan dan motivasi, mengatur interaksi sosial, dam membuat respon orang lain lebih mudah diperkirakan dan lebih memiliki arti. Norma juga menentukan respon sosial yang tepat dalam suatu kelompok, dan sekali lagi, menentukan macam-macam tindakan yang sebisa mungkin harus dihindari.                                                                                                                                                                    Pada norma kelompok, untuk mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang harus menyadari bahwa mereka ada, bahwa anggota kelompok dapat mengikuti norma kelompok ataupun mengikuti normanya sendiri. Pada awalnya anggota kelompok cenderung mengikuti norma yang ada karena ada sugesti bahwa anggota yang tidak mengikuti norma akan mendapatkan hukuman.
b.Perkembangan Norma                                                                                                                    Biasanya sebuah kelompok membuat sendiri atau mengadopsi norma untuk kemudian dijadikan aturan dalam kelompok tersebut, tetapi kebanyakan norma-norma tersebut cenderung berubah-ubah dikemudian hari, sejalan dengan penyesuaian perilaku dalam kelompok, dan akan terus berubah sampai mereka atau kelompok tersebut menemukan standar yang tepat bagi kelompok tersebut.                                                                                                                                                Walaupun kelompok menghadapi permasalahan yang membingungkan atau menghadapi situasi yang dengan variabilitas perilaku yang besar, segera setelah itu anggota kelompok akan menyesuaikan diri dengan standar yang dibangun dalam kelompok.
Kelompok dapat mengambil otoritas dari luar atau tradisi dari masyarakat luas sebagai norma mereka, tapi norma kelompok seringkali berkembang karena adanya proses saling mempengaruhi sesama anggota.                                                                                                                                                         Di dalam kelompok dapat dibentuk norma baru, walaupun sifatnya hanya memberikan tambahan informasi untuk memandu perilaku atau untuk memungkinkan anggota kelompok untuk memformulasikan kepercayaan mereka kepada norma kelompoknya.
            Orang dalam situasi autokinetik tidak mudah merubah batasan umum jarak mereka, tapi mereka lebih menginternalisasi konsensus kelompok. Setelah itu, meletakkan batasan mereka sebagai dasar pada norma yang ada dalam kelompok dimana mereka menjadi anggota. Selain itu, mereka mematuhi norma kelompok mereka tanpa ada paksaan, hal ini menunjukkan bahwa anggota kelompok menerima standar norma kelompok mereka sebagai standar norma mereka (Kelman, 1961). Kelompok juga menginternalisasi norma dengan menerima sebuah norma sebagai standar resmi perilaku mereka.
            Sebuah norma, sekali dibuat kemudian menjadi bagian dari struktur kelompok yang stabil. Walaupun individu yang membuat norma tersebut sudah tidak ada lagi, norma hasil inovasi tersebut tetap dilihat sebagai bagian dari tradisi organisasi, dan para pendatang baru harus berusaha untuk beradaptasi dengan tradisi tersebut. Perilaku para pendatang baru juga terkadang memberikan pengaruh terhadap norma kelompok mereka, tapi yang biasa terjadi adalah individu yang mengasimilasi norma, nilai dan perspektif kelompok mereka bukan sebaliknya, walaupun tidak menutup kemungkinan individu memberi pengaruh terhadap kelompoknya.
            III.I. Jaringan Komunikasi
Jaringan komunikasi merupakan pola reguler dari pertukaran informasi antara anggota kelompok. Contohnya, banyak perusahaan mengadopsi jaringan komunikasi hirarkis yang menjelaskan bagaimana informasi disampaikan ke atas pada superior (pimpinan), ke bawah pada subordinat (bawahan), dan secara horizontal pada rekanan. Bahkan ketika tujuan formal tidak dibuat untuk mengorganisir komunikasi, jaringan komunikasi informal biasanya terbentuk seiring waktu.

* dari berbagai sumber , termasuk buku Psikologi Komunikasi Jalaludin R.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar